Datangi Komisi IV, Warga Molo Utara Keluhkan Infrastruktur Jalan

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Puluhan warga Kecamatan Molo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang berbatasan dengan Distrik Oecusse, Timor Leste, Jumat, mendatangi Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), mengeluhkan kondisi infrastruktur jalan yang hingga kini rusak parah.

Koordinator Aliansi Masyarakat Molo, Lusianus Tusalak mengatakan, kondisi jalan rusak di daerah tersebut terdapat di dua ruas yaitu dari Kapan, ibu kota Kecamatan Molo Utara-Sutual sepanjang 57 km dan Kapan-Teneotob 73 km.

“Dari saat kami kecil sampai sekarang kami sudah berkeluarga dan memiliki anak juga jalan di daerah kami tetap rusak parah tidak diaspal,” kata Lusianus Tusalak usai audiens dengan Komisi IV di ruang rapat komisi tersebut, Jumat (13/01/2017).

Lusianus yang datang membawa bukti aspirasi tertulis yang ditantangani oleh lebih dari 700 warga itu mengatakan, kondisi jalan tersebut terus dikeluhkan semua masyarakat dalam setiap kali musyawarah rencana pembangunan.

“Dua jalur jalan ini menjadi permintaan kami karena untuk Kapan-Sutual ini langsung menghubungkan dengan Timor Leste. Bahkan sudah kami usulkan dari tahun ke tahun namun hasilnya tetap sama. Masyarakat tidak menuntut listrik dan air tapi menginginkan agar jalan bisa segera diperbaiki,” katanya.

Dia mengungkapkan, informasi yang diperolehnya menyebutkan, jalur jalan tersebut sudah diajuhkan ke pemerintah pusat menjadi jalan stategis nasional. Namun demikian, ketika pihaknya memeriksa langsung ke Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta, tidak ditemukan dalam peta pembangunan jalan.

“Bahkan satu titik ruas jalan pun tidak kami temukan dalam peta pembangunan jalan.
Namun pernyataan Ketua Komisi V DPR RI Farry Francis di media bahwa sudah dianggarkan sekitar Rp 10 miliar tapi sampai sekarang tidak ada,” katanya.

Baca : Kontraktor Bantah Pejabat Polisi di TTU Kerja Proyek, Pekerja: Bapak anak Jangan saling melindungi

Dia mengatakan, akibat kondisi jalan yang rusak parah itu maka masyarakat terus mengalami kesulitan dalam mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga yang murah.

“Contohnya minyak tanah saja kami beli dengan Rp 20.000 per botol. Petani yang mempunyai hasil pertanian seperti pisang yang melimpah terpaksa dijual dengan harga Rp 200 per sisir kepada tengkulak yang datang,” katanya.

Dia mengatakan, masyarakat menghawatirkan bahwa ketertinggalan pembangunan menjadi pemicu munculnya niat untuk berpindah ke daerah lain termasuk ke negara tetangga Timor Leste yang hanya dipisahkan oleh kali. Bahkan, lanjutnya, sebanyak 17 kepala keluarga di daerah sudah memilih pindah untuk bergabung ke Kabupaten Kupang.

“Kami khawatir kalau muncul niat masyarakat untuk berpindah ke Timor Leste karena kondisi infrastruktur di tampak lebih bagus dan memudahkan. Sementara untuk masuk ke sana hanya tunjuk KTP saja. Ini bisa jadi alternatif terakhir jika pemerintah tidak bisa menjawab kebutuhan kami,” katanya.

Petrus Tahaob, salah seorang warga Kecamatan Molo yang turut hadir pada kesempatan itu menambahkan, ada alternatif solusi lain yang menjadi pembicaraan masyarakat yakni dengan menghimpun dana desa dari desa-desa yang dilalui jalur jalan rusak. Kendati demikian, menurut Petrus, itu akan mempersulit masyarakat setempat untuk mewujudkan berbagai program pemberdayaan lain sehingga pembangunan tetap tertinggal.

“Kami datang ke dewan ini meminta agar aspirasi masyarakat ini bisa diperhatikan oleh pemerintah. Ini baru infrastrukut jalan, belum lagi kondisi keterbatasan lain yang dihadapi masyarakat di perbatasan. Jika mau, kami bisa bergabung dengan Timor Leste, karena meski mereka negara baru tapi infrastruktur jalan perbatasan wilayah mereka cukup mendapat perhatian serius pemerintahnya,” tandasnya.