Datangi DPRD NTT, Masyarakat Adat Pubabu Minta Pemerintah Kembalikan Hutan Adat Besipae

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Masyarakat adat Pubabu, Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang tergabung dalam Ikatan Tokoh Adat Pencari Kebenaran dan Keadilan (ITA PKK) mendatangi Komisi V DPRD NTT, Senin (19/12/2016) untuk menyampaikan aspirasinya.

Ketua ITA PKK, Imanuel Tampani saat menyampaikan aspirasi masyarakat Besipae, meminta agar pemerintah mengembalikan pengelolaan hutan Besipae kepada masyarakat adat Pubabu sebagai pemilik sah hutan adat di daerah tersebut.

“Kedatangan kami kesini agar lembaga DPRD dapat memfasilitasi kami dengan Pemerintah Provinsi NTT sehingga pemerintah mau mengakui hak-hak masyarakat adat,” katanya.

Imanuel menjelaskan, pada tahun 1982 melalui proyek percontohan intensifikasi peternakan, melalui para tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa, camat, mereka kemudian menyerahkan hutan dan tanah seluas 6000 Hektare (Ha) untuk dikontrak sebagai lokasi proyek percontohan intensifikasi peternakan (kerja sama Pemerintah Kabupaten TTS dengan Australia) selama 5 tahun.

“Namun pada saat berakhir masa kontrak dan pihak Australia pulang sampai saat ini belum ada pengembalian dari pihak mereka baik Australia maupun Pemerintah Daerah Timor Tengah Selatan,” jelasnya.

Dia mengungkapkan, pada tanggal 12 April 2008 oleh kelompok masyarakat yang dibentuk Pemerintah Daerah Kabupaten TTS yakni Dinas Kehutanan melalui Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), maka Hutan Adat Besipae dibabat habis.

“Pembabatan atau penebasan hutan adat ini dianggap pembabatan sepihak atau liar karena tidak ada kesepakatan terlebih dahulu antara Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten TTS dengan masyarakat setempat,” ungkapnya.

Baca : Diguyur Hujan Sehari PLBN Mota’ain Digenangi Air

Menurut Imanuel, hutan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari komunitas masyarakat merupakan hal yang patut dilihat oleh pemerintah sebagai penguasa negara, jika dilihat dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mana dikelola oleh negara sebagai pemilik mutlak hutan di Indonesia, dalam pasal 1 ayat (6).

Pada tahun 2012 Mahkamah Konstitusi memutuskan lewat perkara pengujian Undang-Undang oleh Masyarakat Adat Nusantara untuk mengganti “negara sebagai pemilik hutan” menjadi “masyarakat adat sebagai pemilik” lewat putusan MK Nomor 35/PPU/2012 Hutan Negara diakui keberadaannya dan dapat dikelolah oleh masyarakat adat yang berada disekitar kawasan hutan.

“Juga ditinjau dari PP 72 Tahun 2010 tentang Perum Perhutani, maka dari hal itu masyarakat adat Pubabu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS menyampaikan usulan-usulan dalam pengelolaan hutan yang berbasis kemasyarakatan (Community Based Forest Management/ CBFM),” katanya.

Usulan-usulan tersebut yakni, pembenahan ekonomi Pubabu bersumber dari pengelolaan hutan, oleh karena itu pemerintah harus mengakui dalam peraturan daerah provinsi dalam hal pengakuan komunitas adat Pubabu tersebut. Pemerintah tidak menginterfensi pola pengelolaan komunitas masyarakat dengan cara adat istiadat masyarakat Pubabu.

Selain itu, usulan untuk mencabut Perda Nomor 8 Tahun 1974 tentang bekas tanah masyarakat adat dikuasai oleh bupati atau gubernur, hal itu menyalahi keputusan MK dan PP tentang pengakuan Perhutani di Indonesia.

Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Neil Rondo mengatakan, Komisi V mengapresiasi upaya masyarakat adat Pubabu dalam memperjuangkan hak-haknya menyangkut pengelolaan hutan adat setempat.

“Kami punya komitmen yang sama dengan masyarakat adat yaitu menjaga hutan dan melindungi lingkungan. Kami akan sampaikan ini kepada atasan dan akan diagendakan untuk segera dibahas,” katanya.

Winston mengatakan, persoalan tersebut akan segera dibahas di DPRD pada Januari 2017. Secara khusus akan dibahas dalam sidang paripurna pamandangan umum fraksi-fraksi di DPRD NTT.