Hakim Pengadilan Tipikor Kupang Dinilai Kesampingkan Fakta Sidang, Alfred Baun Diputus Bebas. JPU Ajukan Kasasi
Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Timor Tengah Utara (TTU) telah menyatakan Kasasi atas putusan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor ) pada Pengadilan Tipikor Kupang atas divonis bebasnya Alfred Baun.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari ) TTU, Roberth Jimmy Lambila, S.H, .M.H melalui JPU Andrew Keya, S.H mengatakan pihaknya menghormati putusan Majelis Hakim.
Namun, lanjutnya JPU Kejari TTU berbeda pendapat dengan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang terkait analis yuridisnya.
Pasalnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang tidak mempertimbangkan beberapa fakta sidang dan mengesampingkan beberapa fakta sidang kasus Alfred Baun.
Adapun beberapa fakta sidang lapangan dan fakta sidang di Pengadilan Tipikor Kupang, terkait perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Ketua Araksi NTT, Alfred Baun yang dikesampingkan Majelis Hakim diantaranya,
Pertama, Sidang lapangan yang digelar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang, di lokasi Embung Oenoah, desa Nifuboke Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kamis, 25 Mei 2023 dihadiri Mardanus Tefa selaku Kontraktor dan Yoseph Dethan selaku Konsultan Pengawas.
” Berbeda dengan laporan Alfred Baun ke Polda Nusa Tenggara Timur (NTT)”, kata Kajari Roberth Lambila melalui JPU Andrew Keya, S.H.
Dalam laporan dugaan palsu oleh Alfred Baun, ia menyebutkan Kontraktor pelaksana proyek embung Oenoah adalah German Salem, kakak kandung dari Kadis PUPR Januarius Salem dan Konsultan Pengawasnya, Melky Lopes, keponakan dari Kadis PUPR.
Kedua, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang dalam sidang lapangan terkait perkara Korupsi Terdakwa Alfred Baun berlangsung di Oekoro Nekus kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Jumat, 26 Mei 2023.
Pelaksanaan sidang lapangan tersebut untuk melihat langsung ke lokasi apakah sudah sesuai dengan laporan Terdakwa yang melampirkan 18 file foto dengan menyebutkan bahwa lokasi foto – foto dimaksud adalah di jalan Nona Manis yang rusak parah dengan menghabiskan Anggaran sebesar Rp2,4 Miliar.
Fakta lapangan, foto – foto jalan dan deker yang dilaporkan terdakwa sebagaimana lampiran foto sebanyak 18 file gambar ternyata adalah jalan dan deker yang dikerjakan menggunakan Dana PNPM Tahun 2011 dan Dana Desa Tahun 2016 di desa Kotafoun.
Hengky Manek, selaku Kontraktor Pelaksana membantah pernyataan tersebut dan mengatakan, dia yang mengerjakan di tahun 2016 bukan German Salem.
Ketiga, Pada pekerjaan fisik lainnya di Oekoro Nekus dikerjakan pada tahun 2018 oleh Mardanus Tefa.
Keduanya menjelaskan German Salem dan Melky Lopes tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut.
Dibantu Ketua Araksi TTU, Charly Baker juga mendapatkan foto – foto yang tidak sesuai di lokasi
kemudian mengirimkan ke Ketua Araksi NTT hingga dilaporkan dan berujung pemerasan terhadap Mardanus Tefa.
Keempat, Dua pekerjaan fisik yang dikerjakan CV. Sumber Berlian dengan Direkturnya Hengky Manek dan CV. Gratia, Mardanus Tefa pada tahun yang berbeda Anggarannya tidak mencapai Rp2,4 Miliar sebagaimana Laporan terdakwa Alfred Baun.
Jalan Oekoro Nekus bukan pekerjaan yang dikerjakan menggunakan Anggaran Negara tahun 2021, melainkan menggunakan Anggaran Tahun 2016 untuk ruas yang pertama dan ruas yang kedua menggunakan Anggaran Tahun 2018.
Terhadap pekerjaan ruas pertama yang dikerjakan pada tahun 2016 dikerjakan oleh CV. Sumber Berlian dengan nilai kontrak Rp822.220.000., dengan panjang jalan sekitar 2 Km, di mana saat itu bertindak sebagai PPK, Januarius Salem.
Kemudian, pekerjaan tahun 2018 dikerjakan oleh CV. Gratia dengan nilai kontrak Rp662.956.000., dengan panjang jalan sekitar 1,750 Km dan saat itu Januarius Salem sudah menjabat sebagai Kadis PUPR Kabupaten TTU.
“Fakta sidang lapangan itu diakui Majelis Hakim”, tandas JPU Andrew Keya.
Kelima, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan keterangan Lan Fretis selaku Sekertaris Araksi NTT, dalam persidangan.
“Ada pemerasan di situ”, tandas Andrew.
Waktu itu, jelasnya Lan Fretis dengan jelas dalam persidangan, didukung alat bukti screenshot percakapan WhatsApp mengaku pernah mendekati Kadis PUPR Kabupaten TTU, Januarius Salem selaku PA / KPA paket bung Nifuboke.
Lan Fretis mendekati Kadis PUPR dalam konteks, dia diminta Pimpinannya Alfred Baun membuat deal tertentu, memberikan sesuatu yang dipahami sebagai uang, kepada Lan Fretis atas perintah Alfred Baun.
“Tujuannya dari pihak Araksi menarik kembali laporan terjadinya Tipikor dari Kejaksaan Tinggi.
Pada waktu itu, Alfred Baun juga tidak menyangkali itu dan dibenarkan oleh Kadis PUPR TTU, Januarius Salem.
“Beberapa kali minta bertemu untuk diberikan sesuatu yang dipahami adalah uang. Kalau sudah diberikan maka janji AB laporan akan ditarik dari Kejati NTT terkait Embung Nifuboke”, ungkap Andrew.
Keenam, Dikaitkan dengan keterangan ahli Mikhael Feka bahwa Laporan Palsu dilihat secara komprehensif sebelum dan setelah kejadian, dilihat juga mens rea / perbuatan ‘dengan sengaja’. Melapor dengan niat mendapat keuntungan, sudah masuk dalam membuat Laporan Palsu.
“Memberikan Keterangan adalah saat seseorang memberikan Keterangan di tahap Penyidikan, Penuntutan maupun Persidangan. Sebaliknya Laporan Palsu adalah saat seseorang menyampaikan, meginformasikan telah terjadi suatu Tindak Pidana padahal Tindak Pidana itu tidak terjadi”, kata Ahli dalam sidang pemeriksaan ahli sebelumnya.
Dan sesuai dengan yang diatur dalam pasal 41 UU Tipikor dan PP No 43 tahun 2018, maka saat seseorang hanya melaporkan, memberikan informasi tanpa mencari dan memperoleh data, informasi dan fakta maka berpotensi terjadinya Laporan Palsu karena laporan tersebut tanpa didasari dengan data dan fakta.
Dan ini juga merupakan salah satu perwujudan mens rea/perbuatan “dengan sengaja” oleh pelaku.
Keterkaitannya, jelas Ahli, dalam Pasal 23 UU Tipikor yang dilaporkan harus terjadinya suatu tindak pidana. Perbuatan yang dilaporkan itu ternyata tidak ada.
“Jika yang dilaporkan adalah beberapa peristiwa, jika salah satu saja peristiwa tidak benar, tidak melalui tahapan mencari dan memperoleh maka masuk dalam klasifikasi Laporan Palsu. Intinya laporan terletak pada perbuatan melaporkan suatu peristiwa yang tidak benar dan tanpa melalui tahapan mencari dan memperoleh”, ungkap Ahli.
Terkait pasal 23 UU Tipikor, tidak harus dilakukan pembuktian terhadap perkara pokok yang dilaporkan. Pelaku cukup dengan memastikan benar tidaknya laporan tersebut.
Menurut Ahli, untuk membuktikan Laporan Palsu tidak perlu dilakukan pembuktian terhadap Perkara Pokok, jika dalam tahap Penyidikan sudah ditemui ternyata laporan tersebut adalah tidak benar maka sudah dapat dikategorikan sebagai Laporan Palsu.
Terkait penarikan kembali suatu Laporan yang disampaikan, Ahli menjelaskan. Jika laporan yang disampaikan adalah delik aduan maka laporan tersebut dapat ditarik kembali tetapi jika laporan biasa maka tidak dapat ditarik kembali.
Sementara pernyataan atau opini di media tidak dapat dikatakan sebagai laporan, tetapi merupakan suatu informasi awal bagi APH untuk melakukan investigasi dan dalam konteks Laporan Palsu merupakan rangkaian peristiwa yang dapat memperkuat unsur Tindak Pidana Laporan Palsu.
“Memberikan Keterangan adalah saat seseorang memberikan Keterangan di tahap Penyidikan, Penuntutan maupun Persidangan. Sebaliknya Laporan Palsu adalah saat seseorang menyampaikan, meginformasikan telah terjadi suatu Tindak Pidana padahal Tindak Pidana itu tidak terjadi”, kata Ahli.
“Operasi Tangkap Tangan (OTT) bukan merupakan delik pokok dalam pasal 23 UU Tipikor, tetapi merupakan serangkaian peristiwa yang dapat menunjukan mens rea pelaku yang terwujud dalam actus reus pelaku”, kata Ahli.
Begitupun dengan SP2HP dari Kejaksaan, harus dilihat dulu apa hasil dari SP2HP tersebut.
Sementara dalam sidang pemeriksaan ahli, Hakim Yulius Eka Setiawan menambahkan, kasus Laporan Palsu tidak harus dengan adanya SP3 dari penyidik, dengan SP2HP juga sudah dapat dikategorikan Laporan Palsu.
Bahkan tanpa SP2HP dan SP3 pun suatu laporan yang tidak benar sudah dapat dikategorikan Laporan Palsu.
“Laporan dalam konteks korupsi seperti ini, sudah saya jelaskan sebelumnya dimana pelapor harus mencari dan memperoleh informasi data/dokumen, kemudian melampirkan data dan dokumen tersebut dalam laporan.
Saat APH menindaklanjuti, sebelum memeriksa juga tentunya APH harus melakukan pengujian atau investigasi antara kebenaran data dengan kondisi di lokasi. Apabila dari hasil investigasi didapati laporan tersebut tidak benar maka sudah dapat dikategorikan Laporan Palsu. Tidak harus disertai dengan SP3 dan SP2HP karena belum dalam tahap penyidikan” pungkas Ahli.
Ketujuh, Hakim mengakomodir jalan Oekoronekus sebagai jalan Nona Manis hanya dengan bersandar pada keterangan 1 orang saksi Ade charge yang dihadirkan oleh Terdakwa.
Dan hakim mengenyampingkan keterangan tiga Kepala Desa, Kadis PUPR, serta Rekanan yang menyebutkan di lapangan tidak ada jalan Nona Manis.
Ke delapan, Hakim bahkan tidak mempertimbangkan fakta sidang lainnya seperti adanya tekanan dan intimidasi dari Alfred Baun terhadap saksi Rofinus Fanggidae sehingga meminta uang senilai Rp250 juta.
“Janggal, dalam putusan itu hakim menegaskan bahwa uang senilai Rp250 juta tersebut diberikan saksi Rofinus Fanggidae untuk membantu terdakwa melakukan renovasi Sekretariat Araksi NTT yang dikirim melalui mobile banking milik anaknya atas nama Cintami Fanggidae.
Faktanya, hingga saat ini terdakwa Alfred Baun tidak melakukan renovasi terhadap sekretariat Araksi NTT.
ke sembilan, Terkait dengan uang senilai Rp10 juta yang dilakukan OTT oleh Kejari TTU dari terdakwa dan saksi A. Mesakh Hakim mempersoalkan, mengapa tidak ditindaklanjuti oleh penyidik dengan melakukan penahanan.
Anehnya, dalam putusan Hakim, Terdakwa Alfred Baun dibebaskan dari segala Dakwaan jaksa Penuntut Umum. Uang senilai Rp10 juta yang dijadikan Barang Bukti (BB) oleh Kejari TTU saat dilakukan OTT terhadap Terdakwa dan saksi A. Mesakh dirampas oleh negara.
Hakim yang membebaskan terdakwa Alfred Baun dari segala dakwaan dan tuntutan, berpendapat bahwa laporan Terdakwa Alfred Baun berpotensi merugikan kerugian Keuangan Negara dan belum ada SP3 yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT).
Sedangkan, kasus yang dilaporkan oleh terdakwa Alfred Baun baru sebatas permintaan klarifikasi bukan pada tingkat penyidikan (Dik), sehingga tidak selayaknya dikeluarkan SP3 oleh Kejati NTT.
‘Inilah yang dikatakan, JPU Kejari TTU dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang berbeda pendapat terkait analis yuridisnya. Sehingga kami nyatakan Kasasi”, pungkas JPU Andrew Keya.
Foto : Terdakwa Alfred Baun saat divonis bebas oleh Hakim Pengadilan Tipikor Kupang.