Perlunya Peningkatan Penaganan Penyakit AIDS di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Bagikan Artikel ini

OLEH JOSEPHIN N. FANGGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.

Penyebaran dan penularan HIV/AIDS disebabkan melalui hubungan intim yang tidak aman dan bergantian menggunakan jarum suntik yang tidak steril saat memakai narkoba, membuat tato atau tindik. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS dapat menularkannya kepada orang lain, bahkan sejak beberapa minggu sejak tertular. Semua orang berisiko terinfeksi HIV/AIDS.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyebabkan rusak atau melemahnya system kekebalan tubuh manusia, karena virus ini membutuhkan sel-sel kekebalan tubuh untuk dapat berkembangbiak. Dengan tidak adanya system kekebalan tubuh, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menjadi rentan terkena berbagai infeksi. Infeksi yang mudah disembuhkan bagi orang normal bisa menjadi pembunuh bagi ODHA. Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus.

Berdasarkan Publikasi Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2021, padatahun 2020, terdapat 268 kasus baru AIDS di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kasus kumullatif AIDS adalah 4.049 kasus, dimana telah terjadi di semua kabupaten kota di provinsi ini. Kabupaten yang terbanyak kasus kumulatif AIDS adalah Sikka (644 kasus), diikuti Flores Timur (524 kasus), Belu (515 kasus). Telah ada penyuluhan AIDS oleh BKKBN Perwakilan Provinsi NTT pada tahun 2020 kepada 12.960 remaja usia 15-24 tahun. Namun masih terdapat 949.804 remaja berusia 15-24 tahun yang belum memperoleh penyuluhan AIDS pada tahun 2020.

Dalam https://parekrafntt.id/bacaartikel?id_artikel=87 tertera bahwa data kasus AIDS yang dihimpun Dinas Kesehatan Provinsi NTT belum sesungguhnya benar karena system pendataan masih belum baik di kabupaten yang disinyalir jumlah penderita AIDS juga signifikan (fenomena gunung es). Khususnya di kabupaten dengan jumlah kunjungan wisatawan yang banyak seperti Kabupaten Manggarai Barat dan kabupaten penyedia pekerja migran (baik keluar daerah dan luar negeri) seperti Kabupaten Flores Timurdan Belu.

Dalam https://parekrafntt.id/bacaartikel?id_artikel=87 tertera bahwa tantangan penanggulangan AIDS di masa pandemi Covid-19 adalah makin banyak ODHA (orang dengan HIV AIDS) yang kehilangan kontak /informasi karena tidak mau berobat atau mendapat layanan dari fasilitas pelayanan di lapangan (ODHA Lost). Hal initerjadi karena adanya kendala seperti factor ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19. Faktor lain adalah kurangnya tenaga lapangan karena tenaga kesehatan yang selama ini melayani focus pada pelayanan Covid-19. Data sementara tercatat 116 ODHA Lost yang tersebar di 10 kabupaten di NTT. Beberapa kendala dalam kerja lapangan pendampingan dan penjangkauan terhadap para ODHA adalah obat-obatan AIDS masih sulit diakses oleh ODHA karena hanya tersedia di beberapa rumah sakit sehingga diharapkan ke depannya dapat tersedia di semua puskesmas (wilayah kecamatan).

Saran adalah sosialisasi dan pendampingan dari gereja dan dinas terkait masalah ini keremaja, serta masyarakat umum tentang pentingnya tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan penyakit ini. Gereja sangat berperan di sini karena remaja dan masyarakat akan sangat termotivasi untuk menghindari kegiatan yang menimbulkan penyakit ini karena merasa malu sekaligus yakin bahwa dilarang oleh ajaran agama. Gereja dan dinas terkait perlu mengadakan kegiatan yang menarik bagi remaja, pemuda dan masyarakat yang menimbulkan kesadaran untuk menjauhi kegiatan yang menimbulkan penyakit ini, seperti kunjungan kepasien pengidap penyakit AIDS dimana sekaligus dapat memberikan semangat bagi pengidap penyakit ini. Atau kalau riskan bisa mempertontonkan video tentang pengidap penyakit ini. Selain itu, perlu diadakan kegiatan yang membuat remaja, pemuda dan masyarakat dapat menyalurkan bakat dan kreativitasnya. Gereja pun diharapkan melakukan pendampingan bagi mereka karena kemungkinan besar pengidap penyakit ini akan menjauhkan diri dari masyarakat dan merasa tertekan oleh stigma negative bagi pengidap penyakit ini. Selain itu, dukungan secara ekonomi bagi pengobatan dan kebutuhan sehari-hari mereka juga dapat dilakukan oleh gereja.

Gereja Saddleback yang tersebar di negara Amerika, Jerman, dan Hong Kong, Filipina, dan Argentina menjadi contoh gereja yang telah terlibat secara mendalam untuk penanganan dan pencegahan HIV/AIDS. Gereja Saddleback tidak hanya menghimbau umat untuk menghindari perilaku berisiko tertular HIV/AIDS namun juga menyediakan layanan tes dan konseling HIV, mendukung pengobatan HIV/AIDS, salah satunya dengan mengingatkan orang terinfeksi HIV/AIDS agar meminum ARV secara teratur setiap hari. Selain itu, gereja juga melindungi anak agar tidak menjadi yatim piatu dengan menawarkan perawatan maupun pengobatan bagi orangtua yang terinfeksi HIV/AIDS. Semoga di NTT peran gereja menjadi lebih nyata dalam mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS.

Selainitu, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT dapat mengambil peran dalam pencegahan dan penanggulangan AIDS di NTT. Hal ini karena tempat wisata dan fasilitas wisata seperti hotel dan pub rentan menjadi tempat penularan HIV/AIDS . Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah penerapan sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability) di tempat wisata dan fasilitas wisata dapat menjadi salah satu upaya untuk pencegahan penularan AIDS dalam industri pariwisata. Disamping itu pengetahuan tentang AIDS bagi SDM pariwisata tetap diberikan sebagai materi tambahan pada saat kegiatan peningkatan kapasitas (bimtek, diklat) dan berbagai forum pertemuan lainnya.

OLEH : JOSEPHIN N. FANGGI
STATUS : ASN DI BPS PROVINSI NTT