IPM Kabupaten Sabu Raijua Terendah Pada Tahun 2019
Oleh Josephin N. Fanggi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019 terendah dibandingkan kabupaten lainnya di Provinsi NTT, yaitu 56,66, yang artinya berstatus pembangunan manusia “rendah”. Satu-satunya kabupaten di Provinsi NTT yang masih berstatus pembangunan manusia “rendah” pada tahun 2019 adalah Kabupaten Sabu Raijua.
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan metode penghitungan direvisi pada tahun 2010. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living).
Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi. Pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (purchasing power parity).
Apakah yang menyebabkan keadaan Kabupaten Sabu Raijua ini? Pada tahun 2019, di Kabupaten Sabu Raijua, UHH-nya sebesar 60,23 tahun, pengeluaran per kapita sebesar 5,354 juta rupiah per tahun, merupakan angka terendah dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi NTT. Sedangkan, rata-rata lama sekolah sebesar 6,33 tahun termasuk dalam 3 terbawah. Selain itu, terdapat beberapa data yang bisa kita temukan berdasarkan data yang dikumpulkan dan disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Publikasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2020 berkaitan dengan kondisi ini.
Rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019 adalah sebesar 45,30 persen, terendah dibandingkan kabupaten lainnya, dimana rumah tangga yang air minumnya berasal dari sumur tidak terlindung pada tahun 2019 sebesar 47,48 persen, tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya. Selain itu, rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja di lapangan usaha primer (pertanian, kehutanan, perikanan) sebesar Rp 550.000, terendah ketiga dibandingkan kabupaten lainnya. Dimana penduduk berusia 15 tahun yang bekerja selama seminggu yang lalu sebagian besar bekerja di lapangan usaha ini, yaitu 21.636 orang dari total 41.948 orang (51,58 persen). Ditambah lagi, rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja informal sebesar Rp 819.578, terendah dibandingkan kabupaten lainnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa terdapat 77 unit SD, 24 unit SMP, 7 unit SMA, 2 unit SMK di Provinsi NTT pada tahun 2019. Pada tahun 2019, di Kabupaten Sabu Raijua terdapat 63 desa/kelurahan, 6 kecamatan, jumlah murid SMA/SMK sebesar 5.032 orang. Oleh karena itu, dapat dikatakan dalam setiap desa dan kelurahan terdapat 1 sampai dengan 2 unit SD, setiap kecamatan terdapat 4 unit SMP dan 1 SMA/SMK melayani 559 sampai dengan 560 orang/jiwa murid. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, standar nasional ketersediaan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang baik adalah dalam setiap desa dan kelurahan minimal terdapat 1 SD/MI, dalam setiap kecamatan minimal terdapat 1 SMP/MTs dan 1 SMA/MA melayani maksimum 6000 jiwa siswa. Hal ini berarti dari segi ketersediaan SD, SMP, SMA/SMK di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019 sudah memenuhi standar nasional pemerintah.
Berdasarkan Publikasi Kabupaten Sabu Raijua Dalam Angka 2020, Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019 adalah APM SD/MI sebesar 98,79 persen, APM SMP/MTs sebesar 73,77 persen, APM SMA/MK/MA sebesar 69,54 persen. APM adalah salah satu indikator keberhasilan perluasan akses pendidikan dasar 15 tahun. Angka ini digunakan untuk menunjukkan seberapa besar penduduk bersekolah tepat waktu atau menunjukkan seberapa besar penduduk bersekolah dengan umur yang sesuai dengan ketentuan kelompok usia sekolah di jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan target APM SD/MI sebesar 94,8 persen, APM SMP/MTs sebesar 82,2 persen, APM SMA/SMK/MA sebesar 67,5 persen pada tahun 2019 (http://spasial.data.kemdikbud.go.id/dss/index.php/cpeta/indikator/FF25FB04-1F28-455E-9BB8-B4B9E696246F/000000/). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa APM SMP/MTs di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019 belum tuntas.
Penulis telah melakukan penelitian terhadap hal ini sebagaimana terdapat pada Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2019/2020. Penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi anak usia 7-18 tahun bersekolah tepat waktu di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019. Variabel bebas yang digunakan adalah jumlah anggota rumah tangga, jenis kelamin anak, jenis kelamin kepala rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa dari seluruh variabel bebas yang digunakan tidak ada yang mempengaruhi anak usia 7-15 tahun bersekolah tepat waktu. Untuk anak berusia 16-18 tahun, terbukti bahwa faktor jenis kelamin anak mempengaruhi anak berusia 16-18 tahun bersekolah di SMA/sederajat di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2019. Dimana kecenderungan peluang anak laki-laki berusia 16-18 untuk bersekolah tepat waktu (SMA/sederajat) lebih tinggi dibandingkan anak perempuan berusia 16-18 tahun.
Berdasarkan keadaan di atas dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu pemerintah dan masyarakat perlu mengusahakan akses terhadap sumber air minum layak yang lebih baik, seperti sumur terlindung yang berjarak aman dari tempat pembuangan akhir tinja/zat beracun, perlu meningkatkan keterampilan pekerja, seperti meningkatkan pelaksanaan program pengembangan keterampilan dari pemerintah atau melalui lembaga pengembangan keterampilan swasta. Pengembangan keterampilan ini juga mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah peningkatan produk pertanian, seperti melalui pertanian lahan kering.
JOSEPHIN N. FANGGI, S.ST
INSTANSI ASN di BPS PROVINSI NTT