Menteri PPPA Apresiasi Pemulangan 2 Anak Korban Ekploitasi Ekonomi di NTT

Bagikan Artikel ini

Laporan Alvaro S. Marthin
Ruteng, NTTOnlinenow.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengapresiasi atas kerja keras dari Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD P2TP2A) Provinsi Sumatera Utara bersama dengan tim gabungan Unit PPA Polrestabes Medan, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhasil memulangkan 2 (Dua) orang anak korban dugaan eksploitasi ekonomi asal Provinsi NTT berinisial YNN (17) dan YDN (17).

Demikian dalam siaran Pers Kementerian PPPA, Nomor: B-130/Set/Rokum/MP 01/07/2020 yang diterima Media ini, Kamis (2/7/2020).

“Sekali lagi, ini merupakan hasil kerjasama dari berbagai pihak utamanya Dinas PPPA Sumatera Utara dan Polrestabes Medan yang telah bekerja keras untuk melindungi anak dari korban dugaan eksploitasi pekerja anak. Saya memberikan apresiasi kepada mereka khsusunya yang mengantar kedua anak ini pulang ke NTT dengan selamat. Semoga ini dapat menjadi contoh dan memotivasi daerah lainnya untuk berlomba-lomba melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan upaya perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi harus terus dilakukan. “Saya titip kepada Dinas PPPA NTT untuk terus melakukan pemantauan terhadap kasus ini hingga selesai. Selain itu, agar tidak terulang lagi kasus serupa perlu ada pendalaman dan penyelidikan kasus bekerjasama dengan pihak terkait untuk memutus mata rantai eksploitasi ekonomi di NTT,” tambahnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi NTT, Sylvia R Peku Djawang menuturkan, awal mula terungkapnya kasus ini dari pelaporan berita kehilangan anak dari orang tua YNN ke P2TP2A Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas PPPA NTT.

“Sebulan kemudian setelah berita kehilangan, YNN menghubungi orang tuanya dan mengabarkan bahwa ia berada di Medan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saat menerima kabar ini, kami Dinas PPPA Provinsi NTT langsung berkoordinasi dan meminta bantuan Dinas PPPA Provinsi Sumatera Utara. Setelah menjalani proses yang panjang akhirnya UPTD P2TP2A Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan tim gabungan Unit PPA Polrestabes Medan berhasil memulangkan 2 anak korban dugaan eksploitasi tenaga kerja anak,“ tutur Sylvia.

Sylvia menambahkan, dalam kasus ini kedua anak tersebut kembali dalam keadaan yang baik dan sehat. Akan tetapi yang menjadi fokus utama pihaknya adalah kondisi dimana usia anak tersebut masih dibawah umur dan jaringan pencari kerja yang ilegal dan bisa mengarah pada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Setibanya kedua anak tersebut di Kupang, kami langsung melaksanakan serah terima dari P2TP2A Provinsi Sumatera Utara kepada kami, kemudian dari kami kepada keluarga mereka masing-masing yang difasilitasi oleh Dinas PPPA Kab. TTS. Kami juga melakukan serangkaian pemeriksaan dan pendalaman kasus yang dibantu oleh pihak berwajib dan melakukan konseling atau bimbingan oleh psikolog kami. Kami berharap dengan bantuan dari pihak kepolisian yang sedang menyelidiki kasus ini dapat terungkap pihak yang mengirim anak-anak ini untuk dipekerjakan sehingga kedepannya tidak terjadi lagi kasus serupa,” tambah Sylvia.

Sementara itu, Kepala Seksi Pelayanan UPTD P2TP2A Provinsi Sumatera Utara, Widya Susanti mengatakan setelah pihaknya menerima laporan kehilangan anak dari Dinas PPPA Provinsi NTT, mereka langsung meminta bantuan Polretabes Medan untuk melakukan penjemputan anak di alamat majikannya.

“Setelah kami berhasil menjemput anak tersebut, kami membawanya ke polres untuk penyelidikan kasus lalu kami amankan di rumah aman dengan tetap menjalankan protokol kesehatan Covid-19. Setelah kurang lebih 2 minggu kami melakukan koordinasi untuk prosedur pemulangan kedua anak tersebut, akhirnya kami berhasil memulangkan mereka dengan bantuan dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) untuk memfasilitasi pemulangan mereka,” ujar Widya.

Widya menambahkan, proses pemulangan kedua anak tersebut tidak mudah karena korban menolak untuk dipulangkan. “Awalnya anak menolak untuk diajak pulang dengan alasan sudah nyaman bekerja namun kami menyakinkan mereka hingga akhirnya mau dipulangkan ke daerah asal mereka. Selain itu, kami juga kesulitan memfasilitasi kepulangan mereka ke daerah asal. Kami berharap kedepannya akan lebih banyak lagi program dan kegiatan sosialisasi usia minimal untuk bekerja dan memberikan pemahaman kepada orang tua juga anak bahwa ketika masih usia anak mereka tidak boleh bekerja. Salah satunya bisa memanfaatkan penguatan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di daerah untuk melakukan advokasi dan sosialisasi terkait pekerja anak,” terang Widya.

Sementara itu, saat ditemui YNN menuturkan ia menyesal sudah pergi dari rumah untuk bekerja tanpa izin orang tua dan ia menjadikan ini sebagai pelajaran berharga. “Awalnya aku diajak teman yang sedang bekerja di Medan dari Facebook untuk ikut dia bekerja juga. Karena tidak tahu, akhirnya aku pergi dan tidak bilang orang tua karena takut tidak diberi izin. Aku pikir nekat pergi bekerja saat libur sekolah karena Covid-19 bisa membantu orang tua tapi ternyata aku salah dan menyesal tidak bilang sama orang tua. Sekarang saya baru tahu, bekerja harus minta ijin dan umur harus sesuai dengan undang-undang yaitu 18 tahun. Aku sekarang mau belajar dan sekolah dulu baru nanti bekerja kalau sudah cukup umurnya,” tutur YNN.