Tak Hanya Komitmen, Tumpaskan TPPO Butuh Kolaborasi dan Aksi
Kupang, NTTOnlinenow.com – Komitmen untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya menjadi komitmen Indonesia, tetapi juga telah menjadi komitmen dunia. Memutus mata rantai kekerasan bukanlah hal yang mudah, bukan pula hanya tanggungjawab pemerintah, melainkan sinergi seluruh elemen yang ada menjadi kunci. Salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang hingga kini masih banyak terjadi adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mayoritas kasus TPPO paling banyak terjadi dari daerah 3T (terluar, terpencil, dan tertinggal), salah satunya NTT.
“Saat ini, pelaku menjadi lebih mudah melakukan TPPO didukung dengan adanya kemajuan teknologi yang menyebabkan modus TPPO juga semakin berkembang. Oleh karena itu, selain komitmen yang kuat dibutuhkan koordinasi, kolaborasi, dan aksi nyata dalam memberantas TPPO sampai ke akarnya. Tentunya hal ini tidak mudah, namun upaya terbaik harus terus dilakukan salah satunya melalui Rakornas GT PP-TPPO ini,” ujar Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Destri Handayani pada penutupan Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO) Tahun 2019 yang telah berlangsung sejak 14 – 17 Oktober 2019, di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Destri menambahkan pada Rakornas GT PP-TPPO Tahun 2019 ini juga disertai dengan peluncuran Buku Laporan GT PP-TPPO Tahun 2018 yang antara lain berisikan laporan capaian dari pihak-pihak terkait dalam pemberantasan TPPO di Indonesia. ”Selain Buku Laporan GT PP-TPPO, kami juga memberikan beberapa penghargaan baik untuk daerah, individual, dan lembaga yang telah berdedikasi dalam pengentasan TPPO di daerahnya. Harapannya ini menjadi motivasi bagi para penggiat pengentasan TPPO se-Indonesia untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya,” tambah Destri.
Dalam kesempatan tersebut Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ghafur Dharmaputra mengatakan TPPO merupakan isu yang menyentuh hak asasi manusia, dimana dalam pencegahan dan penanganannya diperlukan harmonisasi dari seluruh pihak termasuk masyarakat. Perempuan dan anak termasuk kaum yang rentan mengalami kekerasan termasuk TPPO. Untuk itu, saya setuju jika laki-laki seharusnya dapat menjadi garda terdepan dalam mengahapus kekerasan pada mereka.
”Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dalam upaya pengenatasan TPPO yakni, penguatan komitmen, koordinasi, dan kolaborasi lintas sektor. Saya optimis dengan adanya community watch, pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada CPMI, deklarasi komitmen bersama daerah se-Indonesia, dan pemberian award kepada penggiat pengentasan TPPO menjadi langkah pasti guna pemberantasan TPPO di Indonesia. Kedepannya, rekomendasi dari Rakornas tahun ini agar dapat segera di realisasikan terutama terkait penyusunan Rencana Aksi Daerah dan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO,” ungkap Ghafar.
“Untuk mewujudkan Indonesia bebas TPPO membutuhkan waktu yang tidak singkat. Selain itu, dibutuhkan anggaran yang memadai, rencana aksi dengan indikator kinerja yang terukur, didukung sistem data pelaporan yang holistik dan sistematis, serta monitoring evaluasi yang melekat. Oleh karena itu, isu TPPO harus dijadikan sebagai isu prioritas mulai dari tingkat pemerintah daerah sampai tinggat pusat. Berakhirnya Rakornas ini menjadi awal tugas kita semua dalam upaya pengentasan TPPO di masing-masing daerah. Besar harapan agar rekomendasi yang kita hasilkan dapat segera di implementasikan dengan baik” tutup Destri.
Rakornas GT PP-TPPO Tahun 2019 menghasilkan sejumlah rekomendasi, diantaranya:
Rekomendasi PR Bersama
• Diseminasi panduan Pembentukan dan Penguatan Kapasitas Gugus Tugas melalui Surat Keputusan (SK), Sub. Gugus Tugas, dan Rancangan Anggaran Daerah (RAD).
• Manajemen data yang terintegrasi; soft hard and infrastructures, termasuk PIC data dengan peran verifikasi dan clearing data dan layanan berbasis aplikasi.
• Penanganan yang melibatkan para pihak yakni, 5K (kampung, kampus, komunitas, korporasi, dan kota).
• Mekanisme koordinasi dan tugas fungsi para pihak dengan jelas.
• Perlu adanya panduan model pendampingan dan pemulihan korban TPPO sampai paripurna.
• Perlu adanya kebijakan tentang pemberian kompensasi pemerintah pada korban TPPO.
• Mainstreaming Pencegahan dan Penanganan TPPO dalam perencanaan dan penganggaran yakni; kebijakan, proses, eksekusi dan monitoring evaluasi al. Kemendagri dan Kemendes untuk anggaran di daerah sampai dengan desa/kelurahan.
• Perlu adanya monitoring dan evaluasi yang TSM
Perlu adanya panduan model kerjasama antar wilayah dilengkapi dengan alur kerja, pembagian tugas, dan anggaran (PKS).
• Mengusulkan revisi Undang-Undang TPPO (UU No. 21 Tahun 2017) terutama di pasal 68 tentang Gugus Tugas yang dinaikan menjadi tingkat Badan Nasional Penanganan TPPO setingkat Kementerian.
• Penguatan Kelembagaan Gugus Tugas TPPO yang meliputi struktur, tugas, fungsi, dan DAK Kementerian.
• Mengoptimalkan potensi kelembagaan penyediaan layanan yang relevan.
• Mendorong keterlibatan dunia usaha dalam pecegahan dan penanganan TPPO.
• Kajian pemetaan kerentanan TPPO di daerah asal, transit, dan tujuan.