Dewan Pers Terima 16 Kasus Aduan Terkait Pemilu

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Bogor, NTTOnlinenow.com – Sejak Januari hingga April 2019, Dewan Pers menerima pengaduan terkait pemilu sebanyak 16 kasus. Kasus-kasus tersebut tergolong ringan, misalnya pelanggaran kampanye sebelum masanya kemudian diliput media atau pun beriklan sebelum masanya.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Pengaduan Lembaga Dewan Pers, Herutjahjo Soewardojo sampaikan ini saat kegiatan Peningkatan Pemahaman Konstitusi dan Pancasila Bagi Wartawan Se-Indonesia di Gedung Pusdiklat Konstitusi dan Pancasila MK, di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/4/2019)

Menurut Heru, demikian sapaan untuk Herutjahjo Soewardojo, dalam penanganan kasus-kasus tersebut, Dewan Pers bersurat ke Bawaslu untuk menyampaikan teguran kepada caleg tersebut, tetapi tidak ke medianya.

“Baru menjadi urusan Dewan Pers kalau ada media memperkenalkan caleg melalui iklan terselubung. Dewan Pers akan memberikan teguran karena melanggar ‘garis api’ yang mesti dipatuhi oleh media,” ungkap Heru.

Heru mengatakan, jauh sebelumnya Dewan Pers juga telah mengeluarkan himbauan kepada para wartawan, manakala mereka menjadi tim sukses atau calon legislatif (caleg) harus cuti sementara atau mundur dari pekerjaan profesionalnya sebagai jurnalis untuk menghindari konflik kepentingan.

“Anda harus jadi wasit. Jadi Pengawas. Berita-berita yang anda buat harus seobyektif mungkin. Wartawan bekerja untuk kepentingan publik. Begitu nyaleg dia bekerja demi kepentingan partai, bukan lagi untuk kepentingan publik,” ujar Heru mengutip kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo kepada wartawan mengingatkan.

Dia menjelaskan, adapun penanganan pengaduan kasus-kasus yang terkait pemilu, selain memperhatikan MoU Bawaslu-KPU-Dewan Pers- KPI, Dewan Pers tetap menggunakan Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers (Peraturan Nomor 01/Peraturan-DP/VII/2017). Pasal 11 ayat (2) menyatakan “Dewan Pers dapat menyelesaikan pengaduan melalui mekanisme surat menyurat, mediasi dan ajudikasi”.

“Atas dasar itu, Dewan Pers menyelesaikan pengaduan terkait pemilu melalui tiga model yakni surat ke Bawaslu, mediasi dan ajudikasi yang kemudian dikeluarkan Risalah Penyelesaian Pengaduan. Risalah ini ditandatangani para pihak dan Dewan Pers,” terangnya.

Selanjutnya, apabila Pengadu dan Teradu tidak bersepakat, Dewan Pers akan mengeluarkan Pernyataan Pernilaian dan Rekomendasi (PPR) yang diputuskan melalui sidang pleno 9 anggota Dewan Pers. PPR ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers, bersifat final dan mengikat.

“Pengaduan terkait pemilu ke Dewan Pers diprioritaskan penangannya karena menyangkut limit waktu berdasarkan Tahapan Pemilu, dan sejauh ini ditangani dengan baik,” katanya.

Heru menambahkan, kasus-kasus yang cukup pelik, terutama yang terkait langsung dengan elit politik, misalnya TKN Jokowi-Maru’f Amin atau BPN PrabowoSandi dapat diselesaikan dengan mediasi dan ajudikasi yang disepakati para pihak.

“Yang menarik dari penyelesian pengaduan ini ada fenomena baru sehingga menjadi pemikiran ke depan bagi komunitas pers,” tandas Heru.

Anggota Pokja Hubungan Antarmedia Lembaga Dewan Pers, Christiana Chelsia Chan menyampaikan, proses verifikasi atau pendataan pers terus dilakukan pihaknya dari waktu ke waktu.

“Kami harapkan wartawan untuk melakukan penguatan profesi, mengikuti uji kompetensi dan juga perusahaan media agar memenuhi standar atau ketentuan yang berlaku dan terverifikasi Dewan Pers,” papar Chelsia.