Misi Arkeolog Bali Sasar Gua-Gua Di Alor
Laporan Linus Kia
Alor, NTTOnlinenow.com – Empat arkeolog dari Balai Arkeologi Bali baru saja melakukan penelitian awal ke gua-gua hunian dan seni cadas yang tersebar pada sejumlah wilayah di Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hal itu menyusul surat Balai Arkeologi Bali tertanggal 2 Juli 2018 kepada Bupati Alor, dengan perihal Penelitian Kepurbakalaan dengan tajuk “Menelusuri Hunian Awal dan Seni Cadas” di Kabupaten Alor.
Sebagaimana surat tugas yang ditanda tangani Kepala Balai Arkeologi Bali, Drs.I Gusti Made Suarbhawa, empat peneliti dimaksud yakni; Ati Rati Hidayah,S.S.,M.A, Drs.I Dewa K.Gede, I Putu Yuda Haribuana,S.T., dan Hedwi Prihatmoko,S.Hum. Para peneliti dibantu tiga staf dari bidang Perpustakaan, Caraka dan PPNPN, yakni Ni Wayan Sarimurti, Ni Ketut Ari Nuriadi dan Wulan Eka Windayani.
Pantauan Nttonilenow.com, para peneliti yang dipimpin Ati Rati Hidayah,S.S.,M.A itu melakukan penelitian awal hingga 31 Juli 2018. Sekitar tujuh lokasi gua yang disasar antara lain Gua Dibloing Mademang-Pureman, Gua Batu Bertulis Yobleni di Yamakopea dan Hamparan Batu Berukir di Mainang-Alor Tengah Utara, Gua Makpan dan Ciruk Tronbonlei di Halerman-Alor Barat Daya, Gua Bailei di Lerabain-Alor Barat Daya, dan Gua Pembuangan Manusia di Baolang, Kecamatan Pantar.
Ati Rati Hidayah,S.S.,M.A pejabat dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Alor, Yus Panduwal,S.Hut dan Agustinus Gorangmau,SE menjawab media ini mengatakan, penelitian kali ini baru analisis awal sehingga hanya bisa menyampaikan hal-hal global.
Menurut Ati dan Panduwal, dari gua-gua yang diteliti, pada dinding-dindingnya ditemui seni cadas seperti lukisan berbentuk perahu, tapak tangan manusia, gambar naga, ayam dan sebagainya. Selain itu ditemukan pula serpihan benda-benda seperti tembikar, piring dan sejenisnya yang diperkirakan dari jaman pra sejarah.
Bahkan Ati tertarik dengan salah satu obyek yang jadi prioritas untuk diteliti lebih lanjut yakni Goa Makpan di Halerman karena potensinya besar untuk melakukan eskavasi (penggalian) demi mendapat data yang lebih banyak lagi.
“Yang kita sasar adalah gua-gua dan seni cadas pada dinding-dinding gua. Baik itu bentuknya rock painting atau lukisan pakai cat, maupun yang pakai pahat,”jelas Ati.
Di sini (Alor), lanjut Ati, pihaknya menemukan kedua-duanya, karena pada Gua di Mainang dan di Mademang itu ditemukan seni cadas berupa pahatan pada dinding gua. Sedangkan yang rock painting (pakai cat), ditemukan pada gua di Lerabaing, Kecamatan Alor Barat Daya. Menurutnya, Gua di Lerabaing itu telah diteliti pula pihak Universitas Gajah Mada (UGM) Jogyakarta dan Australian University.
“Hasil penelitian dari UGM di Lerabain itu telah menghasilkan beberapa artikel dan sudah dipublikasikan pada jurnal internasional. Sedangkan gua di Mainang, dalam jurnal disimpulkan bahwa berasal dari budaya Austronesia. Tetapi penelitian ini masih berkembang sehingga bisa saja lebih tua dari itu. Mereka membandingkan dengan spesifik lain di Asia Tenggara seperti di Taiwan, Kamboja dan lainnya,”tyerang Ati.
Menurut dia, teknologi untuk pertanggalan langsung ke benda itu sudah ada sehingga akan ketahuan mana yang lebih tua umurnya. Hanya ini yang belum bisa dilakukan pihaknya. Sementara ini, lanjut Ati, dating atau penanggalan relatif dari hasil perbandingan saja dari hasil kesamaan data kemudian disimpulkan.
“Kalau dating absolute langsung ke bendanya belum dilakukan. Ke depan dengan adanya teknologi pertanggalan langsung yang ditempellkan ke benda maka tentu lebih pasti, tetapi biayanya mahal,”tandas Ati.
Ia menyebut Gua di Halerman itu dari segi morfologi bentuk guanya cukup besar. Ati menilai dari kriteria gua hunian juga memenuhi syarat karena jaraknya dari pantai tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat sehingga aman dari ombak. Kemudian ada ruang yang datar dalam gua dengan ukuran cukup luas karena panjang gua di Halerman itu sekitar 88 meter, lebar 16 meter dan tinggi 7 meter. Menurutnya, deposit yang ada di dalam gua tersebut cukup dalam sehingga ia yakin banyak menyimpan data yang belum terungkap.
“Metode kami untuk mendapat data dengan cara eskavasi (menggali) sehingga kita bisa mencari banyak data di sana untuk melihat kehidupan seperti apa,”jelas Ati.
Baik sengaja atau tidak sengaja, demikian Ati, manusia meninggalkan jejak. Menurutnya, benda-benda peninggalan bisa saja tidak dikuburkan manusia, tetapi karena waktu berlalu dan deposit secara alami terjadi sehingga otomatis akan terkubur. Ada juga benda-benda yang sengaja dikuburkan pada jamannya.
“Yang jelas, kami prioritaskan tahun depan untuk penelitian lagi di Kabupaten Alor, termasuk penelitian lanjutan di gua Makpan Halerman,”tandas Ati.
Vandalisme
Ati juga mengingatkan ada ancaman yang merusak seni-seni cadas pada dinding gua-gua di Alor. Ia mencontohkan, Gua Yobleni di Lerabaing, ada aksi vandalisme yakni coretan-coretan baru di dinding gua yang merusak keaslian seni cadas yang ada. Kalau di Dublai-Mainang itu, lanjut Ati, situs terbuka, sehingga kebiasaan pembakaran lahan sekitar mengancam kerusakan seni cadas pada batu-batu di lokasi situs karena terpapar api. Selain itu ada orang yang berteduh, kemudian mencoret-coret seni cadas yang ada di batu-batu.
“Ancaman-ancaman kerusakan ini yang perlu diantisipasi oleh kita semua. Kita harus mensosialisasikan manfaat besar dari situs gua-gua hunian dan seni cadas yang ada di Kabupaten Alor. Semakin masyarakat mengetauhi gua-gua itu punya nilai penting, maka masyarakat akan ikut menjaganya,”saran Ati.
Dari sisi ilmu pengetahuan, sambung Ati,gua-gua hunian itu untuk melihat alur migrasi kehidupan manusia dan peradabannya di masa lampau. Ia menekankan bahwa dampak positip bagi masyarakat, ketika ada penelitian di gua-gua tersebut kemudian dipublikasikan ke dunia internasional, maka otomatis obyek gua-gua itu akan dikunjungi oleh wisatwan berminat khusus baik domestik maupun manca negara.
“Ketika situs gua-gua hunian sudah terkenal dan mau dikomersilkan untuk kepentingan pariwisata juga sangat memungkinkan. Ini butuh kerja sama antar organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk memanfaatkan potensi besar tersebut,”ujar Ati.
Ia menilai Alor memilik potensi pariwisata yang luar biasa karena alamnya yang luar biasa, termasuk keberadaan gua-gua hunian masa lampau akan menambah pesona wisata budaya di Alor.
“Kabupaten Alor menjadi prioritas Balai Arkeologi Bali karena berada di daerah perbatasan. Kami memang diwajibkan untuk mengeksplore wilayah-wilayah terluar,”tegas Ati.