Perda Harus Berikan Jaminan Perlindungan Perempuan dan Anak

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memiliki kebijakan perlindungan perempemuan dan anak seperti regulasi terkait tenaga kerja Indonesia, perlindungan anak, dan sebagainya, tapi kasus- kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih marak terjadi.

Hal ini mengemuka pada Seminar Kajian Terhadap Dampak Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTT dan Riset Dampak Regulasi yang digelar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) NTT di Kupang, Kamis (25/1/2018).

Direktris LBH APIK NTT, Ansy Damaris Rihidara Dara saat tampil sebagai narasumber mengatakan, dalam riset yang dilakukan oleh LBH APIK NTT, kasus KDRT, buruh migran, percabulan dan perkosaan merupakan kasus yang dominan dan cenderung naik dari tahun ke tahun.

“Riset media yang dilakukan menunjukkan bahwa ada 57 kasus KDRT yang diliput oleh media, diikuti oleh 44 kasus percabulan, 35 kasus buruh migrant dan human trafficking serta 27 kasus perkosaan,” ungkap Ansy.

Menurut Ansy, berdasarkan baseline Perda Provinsi NTT yang dilakukan sejak 1993- 2017, Pemerintah NTT hanya menghasilkan 269 Perda dalam kurun waktu 24 tahun. Ini berarti dalam 1 tahun Pemprov hanya menghasilkan ll Perda.

“Banyaknya kasus yang dihadapi perempuan dan anak, tidak diikuti dengan regulasi yang memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak,” katanya.

Dia menjelaskan, dari total 269 perda yang dihasilkan, Perda yang memberikan perlindungan hanya mencapai 3% atau 8 Perda. Perda tersebut pun banyak yang cacat dari segi substansi.

Untuk itu, wujud kepedulian LBH APIK NTT, dilakukan dalam bentuk laporan akhir tahun yang berisi trend kasus di NTT berdasarkan riset media dan trend penanganan kasus yang ditangani oleh LBH APIK NTT.

“Riset dalam bentuk catatan akhir tahun ini menjadi entri point bagi LBH APIK NTT dalam menyusun strategi perlindungan perempuan dan anak,” ujarnya.

Dia menyampaikan, selain laporan akhir tahun, LBH APIK NTT juga melakukan kajian terhadap regulasi daerah, untuk melihat sejauh mana regulasi dearah telah memberikan perlindungan dan keberpihakannya pada perempuan dan anak.

“Kajian yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan gambaran tanggungjawab negara terhadap perlindungan perempuan dan anak dari segi kebijakan,” paparnya.

Ansy menambahkan, selain mendapatkan gambaran peraturan, kajian yang dilakukan diharapkan menghasilkan sejumlah kertas kebijakan bagi pemerintah daerah Provinsi NTT dalam menyusun regulasi yang berpihak pada perempuan.

Koordinator Divisi Perubahan Hukum LBH APlK NTT, Charisai Daniel S. Manu mengatakan, LBH APIK NTT merasa perlu untuk melakukan kajian terhadap regulasi daerah NTT untuk melihat seberapa jauh Perda telah memberikan kepastian hukum bagi perempuan dan anak, serta seberapa efektif Perda NTT yang dapat memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak.

“Baseline study dilakukan dengan cara pengumpulan Perda NTT di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi NTT. Mengingat banyak keterbatasan, maka proses pengumpulan Perda dibatasi pada 24 tahun terakhir yakni 1993- 2017,” katanya.

Dia mengatakan, pada rentang waktu tersebut pemerintah bersama legislatif NTT telah menghasilkan 269 Perda. Perda yang dihasilkan bersifat fluktuatif dengan jumlah Perda terbanyak yakni 19 Perda, di mana Perda terbanyak dihasilkan pada tahun 1995 dan 2008.

“Tahun 1993 dan 2017 merupakan tahun dengan produk Perda yang paling sedikit yakni empat (4) buah Perda,” tandasnya.