Sebatang Kara, Kakek 75 Tahun Bertahan Hidup dengan Berjualan Kelapa Muda
Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Gerakannya tidak gesit lagi. Tangannya gemetar. Langkahnya begitu berat. Jari kakinya kusam. Alas kaki berupa sandal jepit yang digunakan sudah butut. Suaranya begitu berat menjawab pembeli yang menghampirinya, sebab pendengarannya sudah tidak sempurna.
Begitu juga saat dijumpai, Sabtu (29/4/2017) di kawasan Jalan Polisi Militer, tepatnya di depan kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Dia adalah Kornelis Nubatonis. Orang-orang mengenal dan memanggilnya Ba’i (Opa/Kakek) Nelis. Diakui kakek itu, usianya kini sudah 75 tahun. 32 tahun sudah lamanya, Ba’i Nelis bertahan hidup dengan berjualan kelapa muda setiap hari.
“Saya sudah lama jual kelapa muda, mulai berjualan sejak tahun 1985 ssmpai sekarang. Awalnya saya berjualan di Jalan El Tari, tepatnya di samping Polda NTT, tetapi sejak dua tahun terakhir pindah ke sini,” kata Ba’i Nelis membuka perbincangan dengan NTTOnline, dengan suara terbata-bata.
Kakek asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) ini mengisahkan, awal dirinya datang dari kampungnya di So’e ke Kupang itu sejak tahun 1982. Sulitnya lapangan pekerjaan kala itu, membuat hidupnya terkatung-katung selama tiga tahun di ibukota Provinsi NTT itu.
Pada tahun 1985, Ba’i Nelis pun memutuskan untuk berjualan kelapa muda di seputaran Jalan El Tari, samping Polda NTT yang mana saat itu belum ada orang lain yang berjualan kelapa muda di sepanjang jalan tersebut.
“Belakangan setelah saya berjualan di situ, maka banyak orang pun kemudian ramai-ramai ikut berjualan di pinggir trotoar jalan raya,” ujarnya mengenang kembali awal masa dimana dirinya mulai berjualan kelapa muda.
Ketika masih muda dan gesit, dia mengaku, usaha yang digelutinya itu memberikan hasil yang terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun kini semuanya itu dirasakannya semakin berat kala usianya kian senja.
Kini usianya tak lagi muda. Tiga per empat abad sudah dia lalui. Masa tua adalah masa dimana kita harus banyak beristirahat dirumah. Menikmati indahnya dunia dan menikmati kebahagiaan berkumpul bersama dengan keluarga tercinta.
Namun berbeda halnya dengan kakek tua ini. Justru kakek tua ini tidak bisa menikmati masa-masa tuanya dengan baik. Dia yang seharusnya ditemani oleh anak dan sanak saudara, namun justru dia harus jalani sendiri di dalam peliknya hidup ini.
Tidak ada yang mengurus dan merawatnya. Dia hidup sebatang kara. Dia mengaku tidak memiliki istri maupun anak, lantaran dirinya tidak pernah menikah/ berkeluarga hingga saat ini. Bahkan, saat ini dia mengaku diberi tumpangan untuk tinggal di pastori sebuah gereja di bilangan Oebobo, Kota Kupang.
Walau begitu, Ba’i Nelis tidak pernah patah semangat. Meski hasil yang didapat dari berjualan kelapa saat ini tak seberapa dibanding ketika lengan dan bahunya masih sekekar dulu. Namun, semua itu dilakoni kakek tua ini dengan penuh semangat.
Baca : SPSI NTT Peringati May Day dengan Sosialisasi Hak dan Kewajiban Pekerja
Satu buah kelapa muda dijualnya dengan harga Rp.5000/ buah. Tidak banyak stok buah kelapa muda yang disiapkannya. Karena dia mengaku tidak banyak yang membeli dagangannya. Pasalnya, orang-orang lebih memilih membeli pada pedagang lain di samping kanan maupun kiri di tempatnya berjualan.
Tidak banyak yang laku. Dalam sehari terjual paling banyak 3 sampai 5 buah saja. “Kalau mujur, seperti hari ini sudah laku 19 buah, itu pun karena pedagang di samping kiri dan kanan saya hari ini tidak berjualan, kalau tidak paling laku hanya tiga buah saja,” ungkapnya.
Menurutnya, rutinitas itu dia lakukan dari pukul 08.00 hingga pukul 18.00 Wita, setiap harinya. “Pagi-pagi jam 6, saya biasa pakai ojek diantar ke pasar untuk beli kelapa, sampai pasar biasanya saya sarapan, minum teh dan makan kue dua potong, bisanya siang tidak makan, hanya minum air atau teh saja, sore pulang jalan kaki, malam baru makan sekalian,” tuturnya.
Kisah hidup kakek ini penuh dengan cobaan dan kenyataan pahit. Dia menuturkan, sejak tahun 1997 sampai tahun 2001, dirinya terpaksa harus mengkonsumsi obat berupa kapsul setiap harinya selama 4 tahun itu, karena menderita penyakit kusta.
“Setiap bulan saya harus ke Puskemas untuk mendapatkan obat. Saya dikasih 30 butir obat untuk dikonsumsi selama satu bulan. Setelah empat tahun saya dibilang sudah sembuh dan berhenti minum obat. Meski begitu, jari kaki dan tangan saya tidak normal lagi,” ucapnya sambil menatap nanar.
Lebih mirisnya lagi, dia mengaku, sejak berada di Kota Kupang sejak tahun 1982 itu, dirinya sudah 20 kali mengalami kecelakaan karena tertabrak kendaraan baik sepeda motor maupun mobil, saat dirinya sedang berjalan di pinggir jalan.
Terparah yang diingatnya adalah ketika dirinya ditabrak sebuah mobil pada tahun 2014 lalu, yang mana mengakibatkan bagian kepalanya mengalami benturan keras, bahkan bola mata sebelah kiri bergeser dari posisinya semula, dan itu membuat matanya hingga kini tidak dapat berfungsi kembali normal seperti sedia kala.
Meski hidupnya selalu dilanda kesulitan, bahkan bisa tergolong sebagai disabilitas atau berkebutuhan khusus, namun kesulitan yang dirasakannya tersebut justru tidak lantas membuat dirinya terpuruk. Kakek yang sudah sepuh ini tetap tegar menjalani hidupnya, walau tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, tetapi dia terus bersyukur dan berusaha dalam mengatasi segala kesulitan hidup yang dialaminya.
Diakhir perbincangan, dia berpesan bagi siapa saja agar selalu bersyukur dalam segala hal, dan berusaha semampu dan sebisanya untuk mengatasi segala cobaan hidup, bahwa susah dan senang selalu datang silih berganti dalam kehidupan.
“Mungkin inilah jalan hidup saya, tapi saya selalu syukuri dan nikmati hidup ini, setiap orang dengan susah dan senangnya, tinggal bagaimana menjalaninya,” ujarnya.