Pernyataan Sikap: Makamkan Gerson Poyk Sastrawan Indonesia di TMP & Dirikan Perpustakaan Gerson Poyk di NTT
Kupang, NTTOnlinenow.com – Berkenaan dengan berpulangnya salah seorang sastrawan Indonesia asal NTT, Bapak Gerson Poyk, maka kami meminta agar jenasahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kupang dan didirikan Perpustakaan Gerson Poyk. Besarnya jasa dan karyanya dalam memperkenalkan budaya NTT sebagai warna budaya di Indonesia, maupun Indonesia di mata dunia maka kami meminta agar ia diperlakukan sebagai pahlawan.
Gerson Poyk adalah guru, jurnalis, novelis, cerpenis dan budayawan yang setia menjalankan tugasnya hingga akhir hayatnya. Ia menolak tunduk didikte oleh paham materialisme dan bekerja untuk kemanusiaan sepanjang hidupnya. Berdasarkan puluhan karya sastra berupa novel, maupun ratusan cerpen, serta tulisan lain yang diterjemahkan ke berbagai bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Jepang, Turki dan Rusia diberi tanda sebagai pahlawan. Mereka yang berkarya dan menjaga integritasnya semasa hidup tanpa tergiur rayuan materi dan setia menjalankan profesi mereka layak dimakamkan sebagai seorang pahlawan. Oleh karena itu kami meminta agar:
1. Gerson Poyk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Kami meminta agar Danrem dan Gubernur NTT bekerjasama untuk memakamkan tokoh sastra Indonesia di Taman Makam Pahlawan. Sudah saatnya konteks pemaknaan tentang tentang pahlawan tidak lagi melanjutkan dikotomi sipil-militer, penentuan hakekat pahlawan harus dibuka pemaknaannya dalam narasi kemanusiaan. Dengan visi ini maka ruang simbolik kepahlawanan tak hanya milik yang berperang dengan senjata. Penghargaan yang diterima Gerson Poyk dari kepala negara Indonesia atas jasa-jasanya di bidang sastra merupakan tanda pengakuan.
2. Perpustakaan Gerson Poyk didirikan dan lahannya disediakan oleh Pemerintah Provinsi NTT, di Kupang NTT. Kami meminta agar Gubernur Provinsi NTT maupun anggota DPRD NTT serta wakil rakyat yang ada di DPR dan DPD untuk serius menyikapi tuntutan ini dan membicarakan secara terbuka tentang makna pahlawan dalam konteks kemanusiaan kita, memberi tempat untuk sastrawan dalam masyarakat kita dan memberi tanda konkrit atas kepergian mereka.
3. Tanda simbolik kepahlawanan bagi suatu bangsa merupakan hal penting bagi sebuah bangsa, karena figur orang baik dalam peradaban ditentukan oleh makna pahlawan. Di tengah berbagai ketidakpastian yang melanda bangsa, semakin penting kita mendudukan mereka yang berjasa untuk negara. Tanpa ritual semacam ini ‘orang baik’ tidak dianggap, dan diabaikan. Bagian ini untuk kita semua. Terima kasih atas perhatiannya.
Satu baris kutipan dari naskah Monologia Flobamora dari Gerson Poyk jadi penutup surat ini:
Sebagian penduduk negeri kita ini sangat libidinal karena syahwat kekuasaan menerima mitos secara harafiah (literalisme). Literalisme yang dilindungi oleh suatu otoritas (surat menteri misalnya), akan menimbulkan intoleransi dan teologi kekerasan dan pembunuhan.
Sastra amat penting untuk menjaga kewarasan sebuah bangsa!
Penandatangan petisi:
1. Forum Academia NTT
2. Komunitas Dusun Flobamora
3. Geng Motor Imut
4. JPIT (Jaringan Perempuan Indonesia Timur)
5. #KupangBagarak
6. PIAR NTT
7. WPAP Chapter Kupang
8. Komunitas Film Kupang
9. RuangDia
10. BukuBagiNTT
11. Lakoat Kujawas
12. Underwater Kupang
13. Gadget Grapher NTT
14. Tenggara Youth Center
15. BETA NTT
16. Aksi Untuk NTT
17. Tapaleuk NTT
18. H2K
19. 1000 Guru Kupang
20. Kitong
21. Lakmas Cendana Wangi
22. Sarah Lerry Mboeik
23. Bala Seda, Editor Buku
24. Jemris Fointuna, jurnalis
25. Doddy Kudji Lede
26. Eddy Messakh, blogger
27. Gusti Brewon, aktivis media sosial
28. Wilson Therik, dosen
29. Jonatan Lassa, dosen
30. Andre Therik, aktivis kemasyarakat
31. Lusianus Tusalakh, warga
32. Eman Dapaloka, penulis buku
33. Freddy Wahon, penulis
34. Tony Basuki, pakar pertanian
35. Fransiskus Kehi
36. Sandy Tungga
37. Carlo Dasanov, pakar IT
38. Marthen Toelle, pengacara
39. Florencio Mario Viera, aktivis
40. Gusty Fahik, penulis
41. Yahya Ado, Rumah Solusi
42. Rini Anabokay
43. Rosna Bernadetha, aktivis perempuan
44. Juwita Rambu
45. Danny Wetangterah, community organizer
46. Diky Senda, penulis
47. Elcid Li, penulis
48. Irine Gayatri, peneliti
49. Merry Kolimon
50. Apriadi Ujiarso, pengamat seni
51. Ragil Supriyanto Samid
52. Abdy Keraf, pemain teater
53. Aris Tanone, penulis dan ilmuwan Fisika
54. Pius Rengka, penulis
55. Lanny Koroh, Teater Perempuan Biasa
56. Lia Wetangterah, dosen
57. Hyron Fernandez
58. Matheos Viktor Messakh
59. Victor Manbait
60. Yadi Diaz, pemusik
61. Cor Sakeng, aktivis LSM
62. Asep Purnama, dokter
63. Merly Klass, aktivis LSM
64. Candra Dethan, aktivis LSM
65. Shaleh Isre, penerbit buku
66. Giorgio Babo Mogi, penulis
67. Don Marut, dosen dan aktivis LSM
68. Ewaldus Wera, dosen
69. Stenly Boymau, jurnalis
70. Frans Hero Making
71. Maria Theresia
72. Yohanes Manhitu, penulis dan penerjemah
73. Medolina Dupe, guru
74. Hairus Salim, penulis
75. Nitha Muller-Soplanit, warga NTT di Swiss
76. Gabriel Faimau, dosen
77. Ana Djukana, Jurnalis
78. Stevie Johannis, Jurnalis
79. Ratih Ballo, pegawai swasta
80. Gabriel Abanit Asa, warga NTT di Australia
81. Martin Liufeto, dosen
82. Joseph Letor
83. Gabriel Kenenbudi.
84. Neil Rupidara, dosen
85. Alexander Dimoe, Jurnalis