DPRD NTT Akomodir Permintaan Forum Komunikasi THL TBPP
Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) menyatakan akan mengakomodir permintaan Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian Provinsi NTT untuk diakomodir dalam proses seleksi pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di daerah.
Hal ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat DPRD NTT bersama Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian di ruang Kelimutu DPRD NTT, Rabu (7/9/2016).
Ketua Badan Pengurus Forum Komunikasi THL TBPP NTT, Silvester Leo Kali mengungkapkan, jumlah tenaga penyuluh pertanian di NTT sebanyak kurang lebih 800 orang, namun yang diakomodir hanya sekitar 200 orang lebih. Sementara 600 orang sisanya tidak terakomodir dalam seleksi pengangkatan CPNS karena terkendala regulasi atau peraturan yang membatasi soal usia.
“Seleksi awal dilakukan dalam tiga tahap, sehingga rata-rata kami semua sudah mengabdi selama 10 tahun, sembilan tahun dan ada yang delapan tahun. Hanya sekitar 200 orang saja yang lolos seleksi CPNS karena berusia dibawah 35 tahun, sementara sebagian besar yang berusia diatas 35 tahun tidak diakomodir,” katanya.
Menurut Silvester, forum yang diketuainya itu meminta agar regulasi yang mengatur tentang pengangkatan CPNS dari tenaga lepas atau tenaga bantu agar semuanya diakomodir tanpa batasan usia. Selain itu, pemerintah harus mengeluarkan regulasi aturan yang jelas terkait pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penyelesaian seleksi CPNS harus dituntaskan pada tahun 2016 ini.
“Karena menurut kami aturan ini sangat tidak adil dan regulasi yang dibuat pemerintah tidak memihak kepada rakyat. Kami direkrut oleh Kementerian Pertanian namun kami bekerja di daerah sehingga kami minta kepada pemerintah daerah dalam hal ini gubernur dan DPRD NTT untuk membantu menyuarakan aspirasi kami ke pemerintah pusat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, sebagai tenaga penyuluh lapangan porsi pekerjaan yang dilakukan melebihi beban kerja pegawai negeri sipil (PNS), karena tenaga penyuluh lapangan turun dan berinteraksi langsung dengan masyarakat petani di desa-desa. “Tenaga kami diforsir lebih dari PNS,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPRD NTT, Patris Lali Wolo mengatakan, persoalan tersebut merupakan janji pemerintah pusat untuk pengangkatan tenaga penyuluh lapangan, namun karena adanya perubahan regulasi maka semuanya jadi berubah mengikuti aturan yang ditetapkan.
Menurut Patris, rasio penyuluh pertanian di NTT sangat tidak ideal, karena satu tenaga penyuluh lapangan harus menangani lebih dari tiga hingga empat desa. Sementara idealnya satu tenaga penyuluh mengurus satu desa, sedangkan yang terjadi di NTT adalah satu berbanding empat.
“Kondisi di NTT ini sangat memprihatinkan, karena untuk mencapai target produktifitas pertanian yang dicanangkan atau swasembada pangan maupun kedaulatan pangan, ujung tombaknya ada pada tenaga penyuluh pertanian. Karena untuk semua target dan program pemerintah itu bisa turun sampai ke masyarakat harus melalui tenaga penyuluh lapangan,” katanya.
Karena itu, lanjut Patris, lembaga Dewan perlu bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melahirkan rekomendasi guna meminta kepada pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali regulasi yang ada secara bertahap dengan melihat pada kondisi keuangan negara.
“Dengan rasio tenaga penyuluh di NTT yang satu berbanding empat, dan honor yang juga kecil maka perlu menjadi perhatian bersama, karena apa pun kondisinya tenaga penyuluh merupakan ujung tombak dari keberhasilan pemerintah melalui program-program bidang pertanian yang dicanangkan,” ujarnya.
Dia berpendapat, jika program pertanian kemudian gagal akibat produktifitas pertanian menurun maka negara justru akan lebih banyak mengeluarkan biaya untuk melakukan impor bahan pangan. Oleh karena itu, perlu untuk mendesak pemerintah pusat agar memperhatikan persoalan ini sehingga kemudian melakukan evaluasi.
Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno mengatakan sebagai lembaga dewan perwakilan rakyat daerah, pihaknya siap menerima dan meneruskan semua keluhan atau aspirasi dari masyarakat dalam hal ini Forum Komunikasi THL TBPP THL TBPP yang menuntut hak-haknya kepada negara melalui pemerintah sebagai penyelenggara negara.
“Persoalan ini menyangkut hajat hidup orang banyak, karena itu kami akan segera meneruskan aspirasi yang disampaikan ini ke pemerintah pusat secara tertulis resmi melalui lembaga DPRD NTT kepada Menteri Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan tembusan ke semua pihak,” katanya.