IDEAS: MBG Butuh Pembenahan Tata Kelola Segera!
Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyatakan tujuan dasar dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) tak hanya untuk faktor meningkatkan kualitas generasi muda di masa datang, tapi juga diharapkan mampu mendorong pergerakan ekonomi di tingkat bawah. Oleh karena itu, program MBG bukan lah dihentikan tapi dibenahi tata kelolanya.
Peneliti IDEAS, Agung Pardini menyatakan sulit rasanya menghilangkan motif bisnis yang sudah terlanjur melekat pada pelaksanaan teknis MBG di lapangan.
“Memang sisi bisnisnya inilah yang justru diharapkan bisa menciptakan perputaran ekonomi di banyak titik. Ribuan bahkan mungkin jutaan orang akan terlibat mulai dari suplai, produksi, hingga distribusi MBG setiap harinya. Mungkin ini adalah efek ganda atau benefit lanjutan yang diharapkan oleh pemerintah dengan menggelontorkan triliunan rupiah setiap bulannya,” kata Agung.
Ia menduga, mekanisme MBG yang tidak simpel, memang sengaja didesain untuk bisa menciptakan banyak pemain dalam ekonomi MBG. “Dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat, maka perekonomian di tingkat bawah akan ikut menggeliat,” ujarnya.
Namun, Agung menekankan bahwa keterlibatan dari berbagai elemen, termasuk para ahli gizi, tentu sangat dibutuhkan dalam mensukseskan program MBG ini. Terlebih saat ini masih terjadi kasus keracunan di berbagai tempat.
“Kemitraan dan koordinasi aparatur pemerintah lokal, dinas pendidikan, SPPG, sekolah, dengan puskesmas memang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pelaksanaan MBG yang aman dan menyehatkan tentu membutuhkan koordinasi untuk pengendalian MBG yang menyeluruh dan berkelanjutan,” ujarnya lagi.
Ia menilai program MBG akan sulit dihentikan, karena merupakan janji politik. Pemenuhan janji politik adalah simbol kewibawaan dari para pemenang Pemilu. Di sisi lain, kebijakan MBG ini juga didukung oleh data makro yang menunjukkan bahwa pengeluaran kelompok masyarakat yang berada pada kuintil 1 dan 2, atau 40 persen kelompok ekonomi terbawah, masih berada di bawah garis kemiskinan dan ada yang hanya tipis di atas garis kemiskinan. Rata-rata kebutuhan pangan mereka adalah 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga.
“Secara teori, kehadiran MBG tentu akan sangat membantu perekonomian sekaligus peningkatan gizi kelompok ini. Hanya tata kelola yang mendesak untuk segera diperbaiki. Kasus keracunan semoga bisa menjadi pelajaran penting yang perlu diperhatikan untuk perbaikan ke depannya. Jangan sampai adanya kasus keracunan malah memudarkan tujuan dasar dari diluncurkannya program ini,” pungkasnya.***