Kejari Belu Berhasil Damaikan Kasus Penganiayaan Melalui Restorative Justice
Laporan Yansen Bau
Atambua, NTTOnlinenow.com – Kembali Kejaksaan Negeri Belu berhasil menyelesaikan kasus perkara tindak pidana umum dengan mendamaikan warga melalui Restorative Justice (RJ) di Kantor Kejari perbatasan RI-RDTL, Jumat (1/3/2024).
Kegiatan itu dihadiri Kajari Belu perbatasan RI-RDTL dihadiri langsung Kajari Belu, Samiaji Zakaria, Jaksa Fungsional Bidang Pidum Alfredo Manullang selaku Jaksa Fasilitator, tersangka beserta keluarga, korban beserta keluarga dan tokoh masyarakat.
Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif terhadap perkara tindak pidana umum (penganiayaan) sebagaimana termaktub dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang terjadi di Jalan Raya Kakiba A, Dusun Kakiba A, Desa Dirma, Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka.
Kegiatan itu diawali dengan ucapan terimakasih oleh Tomas kepada Kejari Belu yang telah membantu proses penyelesaian perkara tersebut. Lanjut Kajari Belu membacakan dan menyerahkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ-35) Nomor: PRINT-108/N.3.13/Eoh.2/03/2024 tanggal 01 Maret 2024 atas nama Tersangka Petrus Hane Seran alias Paulus.
Diketahui, perkara tersebut sejak awal sudah diinisiasi oleh Plh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Belu, Shelter F. Wairata, sehingga kesepakatan penyelesaian perkara secara RJ dapat dilakukan. Pelaksanaan proses perdamaian antara kedua belah pihak bersama keluarga oleh Jaksa Fasilitator ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Proses Perdamaian Berhasil (RJ-20).
Pelaksanaan Restorative Justice tersebut merupakan tindak lanjut dari persetujuan RJ yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I yang diwakili oleh Direktur Tp.Oharda Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung dan Plt.Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Riono Budisantoso melalui sarana video conference pada Selasa 26 Februari kemarin.
Kajari Belu, Samiaji menyampaikan Restorative Justice yang dilakukan saat ini merupakan perkara kedua yang di RJ kan. Pelaksanaan RJ ini diberikan penghentian penuntutan dengan alasan, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana
Tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka, pihak korban memaafkan perbuatan yang telah dilakukan tersangka dan telah ada pemulihan hak-hak korban berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Restorative Justice ini merupakan komitmen Kejaksaan Negeri Belu untuk terus berinovasi dalam menjalankan tugasnya, sekaligus membuka peluang untuk pemahaman lebih mendalam tentang pendekatan hukum alternatif yang dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dalam penyelesaian perkara. Karena tidak semua perkara harus diselesaikan melalui jalur litigasi/penal,” terang Samiaji.
Senada, Jaksa Fasilitator Alfredo menyampaikan, saat ini telah terjadi pergeseran paradigma yang ditawarkan untuk menggantikan keadilan berbasis pembalasan (keadilan_retributive_ ), yaitu gagasan yang menitikberatkan pentingnya solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat, namun tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku yang kita kenal dengan restorative justice atau keadilan restorative.
“Kami harapkan para pihak dapat mengambil pelajaran penting dari kejadian ini agar tidak mengulangi atau melakukan tindak pidana di kemudian hari lagi,” tutup dia.