Generasi Muda Harus Cerdas Manfaatkan Teknologi

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat meminta generasi muda cerdas dalam memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi.

Hal ini disampaikan Gubernur Viktor dalam sambutannya pada acara Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Wisuda Doktor, Magister, Profesi dan Sarjana Universitas Nusa Cendana (Undana) Periode Pertama Tahun 2019 di Aula Undana, Kamis (28/2/2019).

Menurut Viktor, generasi muda harus bisa memanfaatkan teknologi untuk membangun semua potensi yang dimiliki, terutama memperkenalkan jati diri budaya NTT.

“Seluruh wisudawan/ti  akan hadapi dunia konkret. Suka atau tidak suka, perubahan akan datang kepada kita melalui teknologi informasi. Manfaatkan perkembangan teknologi sebagai wadah untuk perkenalkan jati diri dan budaya NTT,” kata Viktor.

Ketua Dewan Penyantun Undana ini menyatakan, pesatnya perkembangan teknologi tak mesti membuat masyarakat meninggalkan nilai-nilai budaya yang adalah kekuatan luar biasa. Kreasi dan produk budaya merupakan bukti bahwa para leluhur memiliki kekayaan intelektual yang luar biasa.

“Contoh sederhana adalah sarung tenun motif yang saya dan kita pakai hari ini. Ini adalah hasil karya imajinasi nenek moyang yang luar biasa. Mereka bukan sarjana, juga tidak banyak membaca buku. Tetapi, mereka membuat karya yang kita pakai dengan sangat bangga. Teknologi informasi membantu kita untuk perkenalkan kepada dunia. Kita posting baju atau jaket dari tenun ikat ini sehingga dunia dapat menonton dan melihat warisan hebat nenek moyang kita,” katanya.

Dia berpendapat, teknologi selalu punya dua sisi yaitu positif dan negatif. Sisi positif, perlu dimanfaatkan untuk percepatan pembangunan dan kesejahteraan. Sedangkan dampak negatifnya perlu diantisipasi juga. Teknologi tidak boleh merusakan nilai-nilai luhur dan identitas yang telah dibangun dari kekayaan budaya yang ada.

“Pengetahuan harus dibangun atas rasa tanggung jawab. Tidak cukup aspek kognitif tapi juga afektif dan keberanian mengambil risiko. Sehebat apapun orang membangun pengetahuan, kalau tidak punya kepedulian terhadap sesama, lingkungan serta pencipta dan tidak berani ambil risiko, maka akan menimbulkan kehancuran yang hebat. Ketiga hal ini merupakan penyanggah pertumbuhan teknologi,” paparnya.

Kandidat Doktor Studi Pembangunan UKSW Slatiga itu menantang para wisudawan/ti untuk terlibat aktif dalam sejarah kebangkitan NTT dari kemiskinan. Kemiskinan NTT, lanjutnya, disebakan oleh ketidakmampuan sumber daya manusia untuk mengelola sumber daya alam secara maksimal. Manusia NTT tidak hanya punya masalah pada kecerdasan kognisi, tapi terutama karena kurangnya semangat juang.

“Artinya tidak cukup mengisi kepala dengan pengetahuan agar bisa diwisuda. Berulang kali saya katakan, orang hebat itu tidak cukup hanya punya kecerdasan tapi juga punya militansi yang luar biasa. Banyak sekali intelektual hebat di NTT, tapi tidak militan. Dengan panas saja takut. Kalau ambil jurusan peternakan, pertanian atau perikanan, jangan takut untuk menjadi hitam. Harus berani susah,” pungkasnya.

Rektor Undana Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si dalam pidatonya berjudul Digital Dictatorship atau Diktator Digital mengatakan, Revolusi Industri 4.0 dengan artificial intelligence atau kecerdasan buatan telah banyak mengambil alih sejumlah pekerjaan fisik. Membuat banyak orang kehilangan pekerjaan.

“Ini tantangan besar bagi para wisudawan. Tentu saja tidak cukup hanya dengan mengandalkan pengetahuan yang didapat selama berada di bangku kuliah, di tengah kepungan revolusi industri yang hebat ini. Saudara-saudari butuh additional skill atau skil tambahan khususnya dalam bidang teknologi digital dengan segala tuntutannya. Inilah bentuk adaptasi terhadap disrupsi yang dihadapi kaum milenial saat ini,” tandasnya.

Dosen Fakultas Bahasa Inggris FKIP Undana, Santri E.P Djahimo, dalam orasi ilmiahnya berjudul ‘World Englishes’ Suatu Pengenalan Konsep Penggunaan Berbahasa Inggirs di Negara Non Berbahasa Inggris menjelaskan, Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2018 tentang Hari Berbahasa Inggris (English Day) setiap hari Rabu sama sekali tidak mengancam bahasa Indonesia atau bahasa daerah.

Selain itu, lanjut dia, bukan merupakan penghianatan terhadap butir ketiga sumpah pemuda dan pasal 36 UUD 1945. Bahasa lokal yang merupakan bahasa ibu dan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa negara serta budaya dan tradisi adalah identitas diri masing-masing yang tidak akan mudah luntur.

“Kita tidak akan kehilangan identitas dan jati diri kita sebagai warga negara Indonesia hanya dengan berbahasa Inggris sekali seminggu atau lebih. Kita juga tidak akan kehilangan bahasa dan budaya lokal jika kita dapat berbahasa Inggris secara lancar. Justru dengan bahasa Inggris, kita tunjukkan kepada dunia bahwa kita orang Indonesia, orang NTT dengan latar belakang budaya dan bahasa yang beragam. Kita bisa sesuaikan bahasa Inggris dengan bahasa dan budaya kita, tanpa harus meniru penutur asli,” katanya.

Jumlah wisudawan ke-115 dalam sejarah berdirinya Undana adalah sebanyak  716 orang. Dalam pelaksanaannya, wisuda dilakukan dalam dua sesi atau dua hari, masing-masing dengan 358 wisudawan. Terdiri dari 2 orang Doktor, 17 wisudawan Magister, 4 orang profesi dokter dan 693 orang Sarjana.