Gurihnya Se’i Baun, Pesona Pantai Puru dan ‘Derita Ikan Foti’

Bagikan Artikel ini

Penulis: Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Bagi penikmat kuliner khas Nusa Tenggara Timur (NTT) tentu sudah familiar dengan yang namanya se’i. Daging se’i atau Se’i adalah daging asap, proses pengolahannya yakni daging dimasak dengan kayu bakar yang berjarak jauh, sehingga bukan lidah api yang mematangkan daging, tetapi asap atau uap panas.

Terdapat banyak rumah makan di Kota Kupang menyediakan menu yang satu ini. Tapi ada satu tempat favorit yang diistimewakan oleh penggemar se’i. Namun lokasinya beradadi luar kota. Tepatnya di Desa Teunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang.

Jaraknya dari Kota Kupang, ibu kota Provinsi NTT kurang lebih 25 kilometer (km) arah selatan, dan jika ditempuh dengan kendaraan bermotor membutuhkan waktu sekitar 25 hingga 30 menit perjalanan.

Banyak warga berbondong- bondong datang ke tempat ini hanya untuk menikmati se’i buatan Om Ba’i (nama sapaan pemilik kedai Se’i Baun) yang memiliki citarasa khas. Tempat itu selalu ramai dikunjungi, terutama di akhir pekan atau hari- hari libur.

Tempat yang nyaman ditambah se’inya yang nikmat, seolah selalu mengundang para penikmat Se’i untuk selalu kembali datang ke tempat itu. Entah rahasia apa dibalik resep yang digunakan dalam mengolahnya, tapi yang pasti tempat itu selalu jadi primadona, khusus untuk kuliner se’i.

Kini tempat ini boleh dibilang menjadi salah satu destinasi wisata kuliner di Kabupaten Kupang. Pengunjung yang datang pun dari berbagai kalangan, baik masyarakat umum, pengusaha hingga pejabat, baik yang dari Kota Kupang maupun luar daerah, sampai turis asing.

Tak seberapa jauh dari lokasi Se’i Om Ba’i ini, sekitar paling jauh 10 km (perkiraan penulis) arah Barat, terdapat sebuah destinasi wisata pantai yang kini menjadi primadona yakni Pantai Puru. Lokasi pantai ini berada di Desa Merbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang.

Pantai ini mungkin belum terlalu dikenal seperti Pantai Lasiana atau Pantai Tablolong di Kecamatan Kupang Barat atau pantai- pantai lain di daerah itu. Pasalnya, menurut pengakuan warga setempat bahwa pantai tersebut baru dibuka untuk umum sejak April 2016 lalu.

Meski demikian, sejak saat itu pantai dengan panorama eksotis ini mulai dikenal, ramai dibicarakan hingga diekspos media massa dan mulai ramai dikunjungi warga.

“Awalnya memang belum banyak yang tahu tentang pantai ini, tapi sekarang pengunjung banyak yang datang. Terutama di hari libur atau Sabtu dan Minggu biasanya sangat ramai pengunjung,” kata Frengky Amtiran, salah seorang warga setempat beberapa waktu lalu.

Selain penorama pantai indah dengan karang laut membentang elok di bibir pantai, tempat ombak pecah menjadi buih- buih. Juga dipadu hamparan pasir putih menambah kecantikan destinasi wisata yang satu ini.

Tak hanya itu, pantai selatan ini juga kaya akan ikan. Berbagai jenis ikan ada di sini. Penggemar aktivitas mancing bisa sekaligus menyalurkan kesenangannya memancing dari atas karang membentang, dan ikan hasil tangkapan boleh dibawa pulang.

Saat ini, obyek wisata kuliner Se’i Baun dan Pantai Puru seolah menjadi satu paket destinasi yang tak terpisahkan. Lantaran jarak keduanya tidak terlalu jauh, terasa belum lengkap apabila hanya satu yang dikunjung.

Pepatah lama mengatakan “Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.” Ada benarnya, karena untuk bersenang-senang di dua tempat itu, pengunjung dari Kota Kupang harus lebih dahulu merasakan sebuah ‘derita’ sebelum mencicip nikmat.

Pengunjung yang datang, mau atau tidak harus melewati suatu tempat namanya Ikan Foti. Adalah sebuah lembah sekaligus lereng berbukit- bukit yang dominan ditumbuhi pohon cemara atau orang Kupang menyebutnya pohon kasuari.

Pada sisi kiri kanan jalan Ikan Foti yang membentang sepanjang kurang lebih 3- 4 km, tidak nampak satu pun bangunan rumah penduduk. Kecuali, deretan pohon kasuari membentang indah menghiasi lereng dan lembah Ikan Foti.

Konstruksi tanah yang labil, dan sering terjadi pergerakan tanah atau longsor, menjadi alasan warga sekitar tidak mendiami area tersebut. Letak Ikan Foti berada di antara dua wilayah administratif. Sebagiannya masuk wilayah Kecamatan Nekamese dan separuhnya lagi berada di wilayah Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang.

Kondisi ruas jalan di Ikan Foti ini sangat memprihatikan. Pasalnya, satu-satunya jalur penghubung bagi masyarakat Amarasi Barat menuju Kota Kupang dan sebaliknya ini dalam kondisi rusak parah akibat longsor di setiap musim penghujan.

Menurut pengakuan warga Amarasi Barat, jalan itu dibangun pada zaman penjajahan, ketika Belanda menjajah Indonesia. Meski sejak dahulu sering terjadi longsor, namun belum pernah sampai putus total.

Status jalan ini adalah menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi NTT. Dengan begitu, tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah NTT untuk melakukan perbaikan bilamana terjadi kerusakan ataupun longsor.

Beberapa tahun lalu, terjadi longsor pada sejumlah titik dan nyaris memutus total ruas jalan dimaksud. Pemerintah segera mengambil langkah perbaikan dengan membuka jalur jalan baru tak seberapa jauh jaraknya dari jalan lama. Pada ruas jalan baru diaspal hotmix, begitu juga di ruas jalan lama.

Kendati begitu, ruas jalan di wilayah Nekamese sepanjang kurang lebih 500- 700 meter yang diurug menggunakan sirtu (tanah putih), dibiarkan begitu saja tanpa dilapisi aspal. Sehingga ketika hujan, tanah putih itu tergerus dan terbawa air, hanya menyisakan lubang- lubang menganga.

Bahkan, tak lama menjelang terjadi longsor pada ruas jalan tak beraspal itu. Longsor mengikis hampir separuh badan jalan. Walau begitu, pemerintah seolah tidak menghiraukannya. Sejak tahun 2015 hingga saat ini, kondisi itu dibiarkan terus begitu, tanpa ada penanganan lebih lanjut.

Terhadap kondisi ini, masyarakat sering mengeluh bahkan tidak jarang menjadi obyek pemberitaan media massa. Bahkan menjadi topik diskusi yang ramai dibahas di media sosial (Medsos). Tetapi pemerintah seolah tak berdaya untuk mengatasi keluhan ini.

Hingga akhirnya, hujan yang mengguyur wilayah Kabupaten Kupang beberapa hari terakhir ini kembali mengikis tanah pada titik longsor yang sama dan nyaris tak dapat dilalui kendaraan bermotor.

Prihatin dengan kondisi jalan itu, Senin (15/1/2018) atas inisiatif Kepala Desa Nekbaun, Isak Amnifu mengajak seluruh warga desa itu bergotong royong melakukan perbaikan sebisa dan semampu mereka dengan material seadanya.

Menurut Isak, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya longsor susulan yang bisa memutus satu-satunya akses jalan bagi masyarakat Amarasi Barat. Selain itu, karena lambannya penanganan dari pemerintah dalam hal ini instansi terkait. Sehingga itu dilakukan untuk memotivasi pemerintah segera bersikap.

“Kami gunakan bahan seadanya seperti bambu sebagai penopang atau bronjong sebagai penahan, kemudian kami timbun dengan sirtu untuk menutupi lubang akibat longsor ini,” kisahnya.

Tindakan Kepala Desa Nekbaun, Isak Amnifu bersama warga ini patut diapresiasi. Meski hanya menjadi seorang pemimpin di tingkat desa yang punya kewenangan terbatas, tetapi memiliki rasa peduli yang tinggi dan diwujudkan lewat aksi nyata, bukan sekedar kata.

Ironisnya, bronjong yang baru saja dibuat atas dasar keprihatinan warga itu kembali jebol akibat hujan yang terus menerus mengguyur daerah itu selama dua pekan terakhir ini. Sedihnya lagi, bersamaan dengan itu, pada Minggu (21/1/2018), terjadi longsor pada titik lain dan menyebabkan amblesnya separuh badan jalan dengan diameter cukup besar.

Warga pun kini hanya bisa pasrah sambil menanti respons dan kebaikan hati dari para pejabat pengambil kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif yang ada di pundaknya amanat rakyat dititipkan. Sembari memanjatkan doa dan penuh harap agar jalan itu segera diperbaiki.

“Sekarang jalan ini semakin sulit dilewati, karena sudah hampir putus total. Ngeri juga kalau lewat, takutnya pas lewat jalannya ambles lagi. Kami hanya bisa berharap supaya pemerintah memperhatikan nasib kami dengan segera perbaiki jalan ini sebelum ada korban jiwa,” pinta warga berharap.