Kekeringan di NTT Meningkat Bisa Terancam Kelaparan

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Kekeringan yang melanda hampir seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) bila terus meningkat, bisa mengancam kelaparan karena menurunnya debit air, baik untuk kebutuhan air minum maupun untuk kepentingan irigasi pertanian.

Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDI Perjuangan, Patris Lali Wolo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Selasa (10/10/2017).

Menurut Patris, persoalan utama yang dihadapi sebagian besar wilayah NTT adalah ketersediaan air yang memadai untuk kepentingan air minum bersih, lahan irigasi dan ternak. Kondisi yang ada harus segera ditangani mengingat musim hujan belum juga merata di seluruh wilayah provinsi bercirikan kepulauan ini.

Pemerintah, kata Patris, pasti sudah ada dana untuk menangani persoalan kekeringan dimaksud, terutama di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Hendaknya dana yang ada tersebut, harus dimanfaatkan secara cepat agar bisa menjawabi persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini.

“Kita minta pemerintah secepatnya menangani persoalan kekeringan yang meluas ini, setidaknya Oktober sampai Desember 2017 dengan tindakan nyata yang menjawabi kebutuhan masyarakat,” kata Patris.

Patris yang digadang- gadang maju sebagai bakal calon Bupati Nagekeo ini menyampaikan, memang untuk mengatasi persoalan air, pemerintah telah melakukan sejumlah langkah konkrit. Salah satunya pembangunan sumur bor yang menelan anggaran cukup besar. Dinas Pertambangan dan Energi diminta untuk mengoptimalisasi bantuan sumur bor yang sudah ada.

Baca juga : “Merah Putih Tergadai di Perbatasan”

“Langkah ini harus diambil, guna memastikan berapa banyak sumur bor yang sudah dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, mengingat setiap tahun pasti saja ada bantuan sumur bor dengan menelan anggaran cukup besar,” ujar Patris.

Pada kesempatan itu ia mengungkapkan, banyak sumur bor yang telah disurvei dan dieksplorasi, belum semuanya dimanfaatkan sesuai peruntukkannya. Dimana belum didistribusikan ke bak penampung untuk melayani masyarakat di wilayah yang bersangkutan. Padahal dana yang digelontorkan untuk pembangunan satu unit sumur bor cukup besar.

“Kita harapkan setiap alokasi anggaran yang dipakai harus berimbang dengan aspek pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat,” kata Patris.

Sedangkan jangka panjang, lanjutnya, bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti BPBD, Dinas Kehutanan, dan Badan Lingkungan Hidup menggalakkan reboisasi di sumber mata air untuk meningkatkan debit air. Tentunya anakan pohon yang ditanam pun mendukung kelestarian sumber mata air.

Patris menambahkan, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi tentang jarak ideal dari sumber mata air yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam atau kegiatan pertanian lainnya. Artinya kepentingan pelestarian sumber mata air dan lahan untuk diolah para petani harus diatur secara baik.