Kebijakan Penyaluran Pupuk Perlu Direformasi

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Kebijakan penyaluran pupuk dan benih yang berlaku selama ini dinilai tidak berpihak kepada para petani karena prosedur untuk mendapatkannya terlalu panjang. Untuk itu, perlu dilakukan reformasi tata niaga pupuk guna menjawabi kesulitan yang dihadapi masyarakat petani.

Anggota DPRD NTT asal Fraksi PDI Perjuangan, Emanuel Kolfidus menyampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Senin (5/9).

Menurut Eman, demikian Emanuel Kolfidus biasa disapa, ketika dirinya berkunjung ke Kabupaten Sikka beberapa waktu lalu, para petani mengeluhkan sulit dan rumitnya mendapatkan pupuk maupun obat- obatan anti hama dan penyakit tanaman. Hal tersebut karena pemerintah menerapkan aturan yang sangat tidak berpihak pada para petani.

“Untuk mendapatkan pupuk dan obat- obatan itu, harus melalui proses yang birokratis yang panjang dan hanya boleh mendapatkan pada satu tempat saja, yakni tempat yang ditetapkan pemerintah,” kata Eman.

Wakil rakyat ini berpendapat, keluhan petani akan pupuk dan pestisida dimaksud, tidak hanya terjadi di satu atau dua tempat. Semua tempat yang dikunjungi di Kabupaten Sikka, para petani mengeluhkan mekanisme yang sangat panjang untuk mendapatkan pupuk dan pestisida.

Akibatnya, pupuk yang diperoleh tidak lagi sesuai dengan usia tanaman atau pemberian pupuk sudah sangat terlambat. Hal yang sama juga dengan pestisida. Dimana tanaman sudah mati akibat terserang hama dan penyakit, barulah petani memperoleh pestisida.

“Kita minta pemerintah memudahkan para petani mendapatkan pupuk dan pestisida, karena sangat berkaitan dengan produktivitas tanaman, baik tanaman pertanian maupun perkebunan,” ujar Eman.

Eman menyatakan, masyarakat juga keluhkan soal bantuan benih dan bibit ternak yang kurang berkualitas. Padahal untuk bantuan bibit ternak, telah ditetapkan spesifikasi dan jenis serta ketentuan yang mesti ditaati.

Karena ada pihak yang mau mencari keuntungan dari pengadaan bibit ternak dimaksud dan pemerintah tidak melakukan verifikasi secara ketat, maka bantuan yang diberikan tidak memenuhi syarat.

“Akibatnya, risiko kematian ternak pasti sangat tinggi. Ironisnya, masyarakat dipersalahkan akibat kematian ternak, bukan mengevaluasi penyebab kematian ternak mulai dari pengadaan bibit,” tandasnya.