Gereja Bukan Partai Politik

Bagikan Artikel ini

Sidang Sinode GMIT ke-34
Kupang, NTTOnlinenow.com – Gereja bukan partai politik, bahwa jabatan gerejawi bukan sekedar ambisi tanpa motivasi murni, hasrat yang kuat serta iman, ketaatan dan kesetiaan pada Allah Tri Tunggal untuk mewujudkannya.

Hal itu dikemukakan aktivis muda gereja, Christo Kolimo merespon pernyataan Ketua Umum Panitia Sidang Sinode GMIT ke-34 di Jemaat GMIT Paulus yang mengatakan ‎memahami Roh Allah juga bekerja dalam mekanisme demokrasi one man one vote kedepan alangkah baiknya memilih pemimpin gereja dalam hal ini Gereja Masehi Injili di Timor dipilih dengan cara undi sebagaimana yang direkomendasikan dalam Kisah Para Rasul 1:26.

Yang memilih bukan mereka yang mempunyai hak suara tetapi persidangan ini memberi kewenangan kepada Tuhan Yesus yang memilih sebab Tuhan Yesus Sang Kepala Gereja yang mengenal hati semua orang.

Mantan Ketua GMKI Cabang Kupang ini menyampaikan melakukan undi seperti yang dikatakan dalam Alkitab adalah sebuah keputusan spiritual pada masa itu. Satu satunya kata dia bentuk pengundian yang tercatat dilakukan oleh pengikut Kristus adalah saat para rasul memutuskan siapa pengganti Yudas Iskariot (Kisah Para Rasul 1-23-26). Dimana mereka membuang undi atas Mathias dan Yustus atau Barsabas, kemudian terpililah Mathias. Sekali lagi pada masa itu.

Lebih lanjut dikatakannya di era digital seperti ini pemilihan pemimpin bisa dilakukan dengan berbagai cara one man one vote seperti pemilihan umum di negara demokrasi, pemilihan berbasis perwakilan dan saat ini bisa dilakukan secara online.

Meski demikian orang muda yang giat di Komunitas Orang Muda Lintas Agama (KOMPAK) ini memberi beberapa catatan terhadap wacana ini pertama, keberuntungan. Undi zaman sekarang bisa diartikan berjudi, soal keberuntungan. Sejak abad ke-19 cara ini diputuskan untuk dihilangkan baik di Gereja Katolik maupun Gereja Protestan, lain halnya dengan Gereja aortodoks Timur. Ini mengisyaratkan cara kuno ini tidak berlaku lagi di zaman sekarang lagi.

Kedua menurut dia, alasan utama adalah efektif dan efisien dalam materi dan waktu pelaksanaan Sidang Sinode yang digagas senilai Rp 3 Miliar besarannya.

Dikatakan uang sebanyak itu dipakai untuk pengembangan jemaat daripada dihabiskan untuk Sidang Sinode yang akhirnya jabatan gerejawi tidak disahkan dengan permufakatan atau pemungutan suara tetapi hanya berdasarkan undi.

Ditambahkan pendasaran teologis yang asal asalan dan tidak representatif jemaat hanya akan menghilangkan esensi dari kekudusan Sidang Sinode. Bahwa calon yang ada tersebut telah menyiapkan visi dan misi berdasarkan pergumulan. “Akhirnya kita menjadi adil ketika aspek demokrasi dihilangkan,” ujar Thytho begitu ia disapa.

Dikemukakannya kedua, berdasarkan pernyataan Ketua Panitia Umum Persidangan Sinode GMIT ke 34 sebagai jemaat awam pihaknya bertanya tanya. Apakah arti pemilihan secara undi.

Satu catatan yang perlu digarisbawahi menurut dia, GMIT adalah organisasi gereja mempunyai Tata Gereja dan HKUP yang mestinya dijadikan acuan. Gereja bukan partai politik. Bahwa jabatan gerejawi bukan sekedar ambisi tanpa motivasi murni, hasrat yang kuat serta iman, ketaatan dan kesetiaan pada Allah Tritunggal untuk mewujudkannya.

Keempat tambahnya perpecahan. Awalnya ia mengira pernyataan ketua ini bersifat netral untuk menghindari perpecahan lebih banyak diantara jemaat dan presbiter. “Kita harus jujur bahwa gereja yang kudus ini pun banyak iblis berwajah malaikat tapi sebagai gereja yang diperbaharui Roh Kudus, kiranya hati para peserta dan penyelenggara diberkati penuh,” katanya. Sebagaimana diberitakan sebelumnya Ketua Umum Panitia Persidangan Sinode GMIT XXXIV di Jemaat GMIT Paulus, Prof. Dr. L. Benu pada acara pembukaan Selasa (15/10 menyarankan pemilihan pemimpin gereja secara undi sebagaimana direkomendasikan Kisah Para Rasul 1:23-26.

Dikatakan pemilihan cara undi akan menjadi preseden baik yang bisa juga dilakukan di tingkat klasis dan jemaat dalam memilih kerjanya. Dalam laporan panitia tersebut Rektor Undana ini menyampaikan terhadap persidangan yang demikian besar menghabiskan anggaran sampai mencapai Rp 3 M dengan waktu penyelenggaraan lebih dari satu minggu pihaknya sebagai panitia menyampaikan hasil refleksi agar persidangan yang sama di masa mendatang dapat dilakukan secara strategis berjenjang yang lebih bersifat pleno hasil persidangan di tingkat jemaat dan tingkat klasis.

Mantan Kepala Lemlit Undana ini mengemukakan penjenjangan persidangan seperti ini akan membatasi pembahasan suatu agenda tertentu yang terlalu panjang dengan hanya membahas rumusan persidangan pada tingkat klasis.

Menurut dia, bahan refleksi ini perlu mendapat pembahasan lebih lanjut dalam persidangan kali ini khususnya melalui. Komisi termasuk di dalamnya mekanismepersidangan.

Pemilihan Kepengurusan Majelis Sinode masa layanan berikutnya yang lebih ditekankan pada kerelaan untuk mengirimkan Roh Allah bekerja ditengah tengah persidangan tanpa harus memaksakan bekerjanya mekanisme demokrasi “one Man one vote”. “Walaupun kita juga mengimani Roh Allah turut bekerja dalam mekanisme demokrasi one Man one vote,” tambahnya.

Fred mengutip cerita dalam Kitab Kisah Para Rasul 1;15-26 dimana Rasul Petrus memimpin sebuah pertemuan yang dihadiri 120 orang untuk memilih pengganti Yudas yang sudah mengkhianati Yesus.  Ada dua kandidat yang diusulkan yakni Yusuf alias Barsabas, alias Yustus dan Mathias. Ayat (23).

Lebih lanjut dituturkannya pada ayat 26 secara jelas menyebutkan pemilihan dengan cara diundi. Sebelum diundi semua berdoa begini “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang, tunjukanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini ayat (24).

Diungkapkannya alangkah indahnya jika dalam persidangan kali ini, bertepatan dengan hanya ada dua kandidat ketua, GMIT membuat Sejarah Iman memilih pemimpin gereja dengan cara yang direkomendasikan dalam Kisah Para Rasul 1:26.

Bahan refleksi ini menurut Fred disampaikan untuk dibahas secara serius dalam persidangan kali ini, semata hanya untuk mendorong terciptanya persidangan yang efektif, efisien dan solutif dengan upaya gereja mendorong kehidupan jemaat untuk hidup secara sederhana, tidak hedonis, membangun kehidupan jemaat secara ugahari. Dan juga sebuah persidangan yang teologis.

Prof. Fred menyampaikan ini adalah pengalaman pertamanya memimpin Panitia Persidangan yang melibatkan hampir 1000 orang peserta sidang dengan hak berbicara hampir mencapai 500 orang yang akan membahas paling sedikit agenda belum termasuk belum termasuk persidangan pemilihan ketua, sekretaris dan pengurus Majelis Sinode GMIT Periode Layanan 2019-2023.

“Saya tidak bayangkan jika tidak didukung oleh panitia yang kuat, penuh komitmen dan dedikasi dengan kerjasama yang kuat dengan Majelis Klasis Kota Kupang beserta Majelis Jemaat dan Jemaat Paulus maka tidak mungkin persidangan ini dapat berlangsung dengan baik,” ujarnya sembari menambahkan terima kasih atas kerjasama yang baik yang telah ditunjukkan Ketua Harian Dr. Ludji Riwu Kaho dan Sekretaris Umum, Dr. Roddialek Pollo beserta 200 anggota panitia Ketua Majelis Klasis Kota Kupang, Pdt. Nona Manu Nalle dan Ketua Majelis Jemaat GMIT Paulus. Pdt. Jacky Latuparisa dan seluruh jemaat.

Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon menyampaikan Suara Gembala mengatakan Tata Cara Pemilihan MS GMIT bisa diubah jika ada perubahan Tata GMIT. Pdt. Mery mengingatkan peserta sidang untuk serius memberi perhatian pada materi persidangan dan tidak diganggu perhatiannya dengan gadget. “Kita berada Revolusi 4:0 yang dengan mudah terkoneksi ke dunia luar karena ada WFI, sidang ini dididoakan jemaat karena itu harus fokus ke materi sidang dan bukan gadget,” pintanya.

Wacana mengamandemen Tata GMIT pada warga gereja sudah sangat lama dan masif didiskusikan warga gereja yang progresif. Hanya saja mekansimenya sulit karena harus melalui persidangan jemaat jemaat. Ada berapa banyak jemaat yang paham tentang Tata GMIT. Dalam Tata GMIT ada Peraturan Pemilihan dimana Panitia Pemilihan harus bekerja berdasarkan Tata GMIT sebagai konstitusi. Sementara arus kuat warga jemaat yang progresif menghendaki Tata Cara Pemilihan yang ada saat ini harus diganti.

Pantauan NTTOnlinenow.com di arena persidangan ada yang berpendapat Sidang Sinode GMIT ke 34 sebagai Forum Pengambilan Keputusan Tertinggi dapat saja mengamandemen Tata GMIT termasuk Peraturan Pemilihan untuk diberlakukan pada Persidangan Sinode ke 35. Aturan itu dibuat untuk manusia bukan untuk aturan sendiri. Untuk kepentingan gereja Tuhan dan warga gereja harus ada tindakan extra ordinary yang melampaui aturan itu sendiri untuk kepentingan perubahan dalam gereja. Kalau mengikuti mekanisme normal akan memakan waktu dan biaya yang besar. Gereja reformasi harus terus mereformasi dirinya termasuk aturan aturan yang tidak sesuai konteks jemaat.

Persidangan Sinode GMIT ke-34-2019 ini berlangsung dari 15-22 Oktober 2019. Acara pembukaan dihadiri Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat, Ketua DPRD NTT, Ir. Emelia Nomleni, Walikota Kupang, Dr. Jefri Riwu Kore, Romo Geradus Doeka mewakili Uskup Agung Kupang, Ketua MUI NTT, Drs. Abdulkadir Makarim, Ketua PGI, Ketua GPI Pdt. Lintje Sumampou, Gereja Gereja Mitra dalam dan luar negeri, Ketua Sinode GKS, Ketua Sinode Gereja Protestan Timor Leste. Pada acara pembukaan ini diluncurkan Buku GMIT di Panggung Kehidupan. Pengkhotbah pada kebaktian ini Pdt. Emeritus Thoby Mesakh.

Dari prosesi para pejabat negara, para pelayan dan liturgos dengan tari tarian berlangsung hikmah dan penuh sukacita. Ribuan jemaat GMIT memadati gedung gereja, tumpah ruah hingga ke halaman gereja. Puncak kemarau panjang tak menghalangi niat mereka mengikuti pesta iman tersebut. Jalan Soeharto ditutup total dari persimpangan Basuki Rahmat, Durian dan Flamboyan. Aparat keamanan dan pemuda gereja bahu membahu mengatur arus lalu lintas dan menjaga keamanan.(non)
<div id=”32b991e5d77ad140559ffb95522992d0″></div>
<script async src=”https://click.advertnative.com/loading/?handle=2600″ ></script>