Kadinkes TTU Dery Fernandez, “Ada Indikasi Provokasi” dalam Kasus Penganiayaan Staf Puskesmas Ponu
Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Kasus pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Staf Puskesmas Ponu, Timotius Nggadas (44) pada Selasa (20/03/2018) lalu telah berlanjut hingga proses hukum. Berdasarkan keterangan beberapa saksi, warga sipil telah masuk menyerang korban dalam wilayah kerja korban dan para pelaku tindak kejahatan itu dipanggil oleh Kepala Puskesmas Ponu, Hendrikus Neno melalui telepon.
Menanggapi kasus memalukan ini, Kadis Kesehatan Timor Tengah Utara, Dery Fernandes mengaku sudah langsung mendatangi TKP setelah mengetahui peristiwa itu.
“Sore itu saya langsung ke sana untuk memastikan situasinya harus tetap kondusif, semua staf di sana saya ajak breafing bersama supaya mereka kembali menjalin hubungan baik guna meciptakan suasana kerja yang nyaman dan tetap fokus untuk pelayanan. Kami juga berkesempatan mengunjungi korban dan kami sangat apresiasi kepada keluarga korban karena tidak terpancing atau terprovokasi dengan kejadian itu.
Terkait laporan korban ke pihak kepolisian Fernandes menambahkan, ia menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan dinas tidak punya kewenangan intervensi untuk harus berdamai. “Pada intinya kami menghormati proses hukum yang sementara berjalan, dari pihak kepolisian tetap mempunyai ruang untuk memediasi kedua belah pihak baik pelaku maupun korban. Namun sudah menjadi hak korban jika memilih untuk tetap kasusnya diproses hukum. Dinas tidak bisa intervensi orang untuk berdamai atau tidak, sekalipun dalam kasus itu ada pihak korban yang juga orang dinas kesehatan. Kalau ada inisitaif damaipun tentu yang berinisiatif duluan itu dari pelaku, tapi sama sekali saya tidak melihat ada upaya itu dari pak Kepala. Malah saya mendengar setelah kejadian itu, Pak kepala sendiri masuk rumah sakit. Jumat (23/03/2018) lalu saya ke sana namun tidak bertemu beliau juga”, lanjut Fernandes.
“Kasus Penganiayaan Staf Puskesmas Ponu sudah dilaporkan ke Bupati”
Ditanya mengenai sanksi ASN terhadap Kapuskemas yang diduga telah menyampaikan kesalahan informasi dan berhasil menghimbau pihak luar sampai terjadi peristiwa penyerangan dan penganiayan stafnya sendiri, Fernandes mengaku telah mengantongi data-data kasus dan sudah dilaporkan ke Bupati Raymundus Sau Fernandes.
“Kita sudah mengambil data menyangkut kasus di Puskesmas Ponu dan memang ada indikasi itu “provokasi”. Kami tetap ikuti prosedur dan sudah dilaporkan sampai ke bapak Bupati dan pasti akan diberikan sanksi sesuai ketentuan. Dari pihak ASN sendiri, sudah ada aturan yang akan dikenakan ke yang bersangkutan yang telah melanggar ketentuan, apalagi memanggil orang luar masuk dan merusak kantor dan menganiaya staf. Aturan ASN itu jelas”, tegas Kadis Fernandes kepada media ini Senin (26/03/2018).
Masih dari pihak saksi menilai kasus itu merupakan suatu perencanaan. “Ini seperti suatu perencanaan yang matang, setelah kami staf tiga orang masih berada di dalam ruangan pak kepala, beliau sudah marah dan keluar menelpon seseorang. Kami tidak tahu siapa yang dia telpon. Tapi dengan jelas kami mendengar dia mengatakan “dia ada disini… mari sudah”. Tak berselang lama, para pelaku sesuai berita terhadulu datang menyerang dan menganiaya korban secara brutal sedangkan kepala Puskesmas sendiri menghilang dari TKP”, ungkap saksi Lodovikus Meko yang dikonfirmasi media ini Senin siang tadi.
Korban Timotius Nggadas yang baru berhasil diwawancarai media ini pada Senin sore (26/03/2018) mengaku telah menjadi korban dari sikap dan penyampaian informasi yang salah dari pimpinannya ke pihak luar. Sikap Kepala Puskesmas Hendrikus Neno itu salah, ia menyampaikan informasi yang tidak benar. Saya tidak tahu dia mengidap penyakit apa, namun penyakit yang dia buat – buat itulah yang memprovokasi keluarganya untuk mengereyok saya seolah saya penyebab dia sakit.
Untuk perkelahian antara kami tidak pernah ada. Kalau ada permintaan visum dan lain – lain dari pak kepala saya tidak tahu kaitannya apa. Karena saya baru satu kali bertemu pak kepala hari itu juga menanyakan kejelasan mengenai surat teguran untuk kami dan langsung ada kejadian saya dikeroyok. Dalam pertemuan dengan pak kepala membahas surat teguran, saya bersama dua teman lainnya pak Lodo dan ibu Lena.
Saya bertanya dengan baik, Kenapa masalah kecil harus dibesar – besarkan, masalah terlambat ikut apel pagi beberapa menit saja kami dikasih surat teguran sampai tembusan ke Bupati. Sementara ada kasus lain, kasus yang lebih besar di dalam sini yang jelas – jelas melanggar aturan ASN malah didiamkan dan ditutup – tutupi. Kenapa kami sebagai staf yang selalu ditindas dengan pelanggaran – pelanggaran kecil yang sebenarnya tidak mengganggu pelayanan di kantor. Selama ini dia sendiri jarang berkantor dan beralasan lagi Urusan Dinas (UD).
Tapi setelah di cek ternyata dia tidak sedang berada di dinas. Biasa dia jalan keluar juga tidak ada keterangan ijin, sakit atau tanpa berita di daftar hadir. Kebanyakan dia bilang ke Dinas, tapi sebenarnya tidak ke dinas, hanya urus urusan lain. Itukan pelanggaran disiplin kepegawaian juga. Dengar begitu, dia tunjuk – tunjuk saya pakai jarinya dan saya turunkan tangannya dengan pelan. Dia emosi, langsung keluar dan menelpon keluarganya sampai ada peristiwa berdarah itu.
Hingga berita ini diturunkan, korban belum bisa menjalankan tugas kedinasannya karena belum sembuh total. Pada pelipis mata kanan korban masih terlihat lebam dan sakit, badan sebelah korban mengalami kram – kram. Korban kuatir ada gangguan di saraf bagian otak sebagai akibat dipukuli berulang kali di bagian kepala. Pada bagian rusuk kanannya juga masih terasa sangat nyeri lantaran ditendang secara keras beberapa kali oleh para pelaku. Kepala korban sempat dilempar dengan balok namun balok yang sudah menjadi barang bukti tersebut mengenai kaca jendela.
“Yang saya sampaikan ke pimpinan itu bentuk protes saya sebagai staf dan ASN. Apa yang saya sampaikan itu sebenarnya untuk memperbaiki kinerja, bukan untuk merusak. Tapi kalau sudah begini secara pribadi, harga diri saya sangat diinjak – injak oleh atasan saya sendiri. Jadi untuk proses hukum, kami keluarga besar termasuk saya bertekad akan lanjut terus sampai ke meja hijau”, aku korban.
Dan untuk kepentingan proses hukum selanjutnya, Tim Polres TTU telah menahan enam orang yang diduga pelaku pengeroyokan dan penganiayaan terhadap korban diantaranya S, A, Y, K, D dan R.