Wartawan Didenda, Kadis PK Minta Maaf, Dua Kepsek Akan Ditindak Tegas
Laporan Marten Don
Borong, NTTOnlinenow.com – Sejumlah Aliansi Jurnalis Online Manggarai dan Manggarai Timur (Matim), Senin, 9 Mei 2017 siang temui Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadis PK) Matim, Frederika Soch didampingi dengan kuasa hukumnya, Fransiskus Ramli untuk mengkonfirmasi terkait kasus yang tengah menimpa 2 (dua) wartawan lokal dari media Floreseditorial.com (FE), Gun Ndarung bersama Andre Kornasen yang dipolisikan oleh Kepsek SDI Tenda Tuang, Aleks Nambung bersama Kepesek SDK Jawang, Theresia Lumu belum lama ini.
Kasus itu bermula ketika FE memberitakan hasil wawancaranya terkait masalah Kades Golo Kantar yang mempolisikan kedua Kepsek itu atas pembatalan sepihak dirinya sebagai inspektur upacara pada peringatan Hardiknas 2 Mei tahun ini di SDK Jawang.
Berita tersebut berjudul, “Di Matim Kades Polisikan Guru Saat Hardiknas” ditulis oleh Gun Ndarung.
Namun kedua narasumber marah lantaran foto yang dimuat pada berita itu, dinyatakan tidak sesuai dengan fakta lapangan. Dimana foto itu sebenarnya situasi pada saat mediasi di rumah milik Theresia Lumu, Kepsek SDK Jawang, namun disitu dituliskan situasi mediasi di Polsek Borong.
Atas kekeliruan itu, Floreseditorial.com pun telah melakukan klarifikasi melalui media yang sama pada, Minggu, 7 Mei 2017.
Kemudian telah dimediasi secara kekeluargaan, di Polsek Borong yang ditangani oleh Kanitreskrim, Gabriel Taek tetapi dengan syarat kedua wartawan FE itu mengakui kesalahannya dan menerima denda berupa uang 1 juta rupiah dan 1 ekor babi.
Hukuman itu diterima karena kedua wartawan FE itu mengaku dibawah tekanan masa dan takut dihakimi.
“Massa begitu beringas diluar. Mereka mengancam kami dan mencacimaki kami. Kami takut dimassain sehingga terpaksa kami mengiakan saja permintaan mereka,” tutur Gun Ndarung.
Senin, 8 Mei 2017 siang, Kadis PK Matim, Frederika Soch, kepada AJO membenarkan kejadian itu. Dirinya mengaku telah memanggil kedua Kepsek itu dan mengklarifikasinya.
Namun kedua Kepsek itu membantah jika mereka mencacimaki dan mengancam kedua wartawan FE itu.
“Saya sudah panggil mereka dan meminta klarifikasi, tetapi mereka bantah jika mereka telah mencacimaki dan mengancam kedua wartawan ini. Mereka hanya mengatakan, dalam bentuk bahasa Manggarai, seperti ’eme salah de hitue, ela ca de dendan’, yang artinya, kalau salah maka akan didenda dengan seekor babi sebagai wujud pengakuan kesalahan,” terangnya.
Sementara, menurut Ndarung, bantahan kedua kepsek itu hanya ingin mencari pembenaran diri saja.
“Sayakan ada bukti rekaman dan videonya. Yang kata-katain kami “wartawan babi” ada. Ini buktinya, dalil Ndarung sambil menunjukan bukti remakamannya itu kepada wartawan.
Atas insiden itu, Kadis PK Matim, Frederika Soch meminta maaf dan mengutuk keras tindakan kedua Kepsek tersebut, dan berjanji kasus ini akan dilaporkan kepada Bupati Matim, Yoseph Tote dan keduanya akan ditindak tegas.
Bukan hanya itu, dirinya juga berjanji kedua Kepsek itu akan meminta maaf secara tertulis kepada kedua wartawan FE dan seluruh insan Pers di Manggarai Raya.
Baca : Nasabah BRI Ruteng, Saldo 600 Ribu Dapat Hadiah Mobil
“Masa gara-gara mereka saja, Hardiknas kita tahun ini jadi ribut. Seluruh Indonesia bahkan luar negeri sekalipun tahu jika Hardiknas ini jadi kasus. Pekerjaan saya juga menjadi berantakan. Setiap hari kerja hanya melayani konfirmasi wartawan, baik lokal maunpun nasional,” ungkap Frederika penuh kesal.
Sementara itu, ketua AJO Manggarai, Ronal Tarsan mengecam keras tindakan kedua Narasumber tersebut.
Menurutnya, tindakan mempolisikan kedua rekannya itu adalah bagian dari bentuk upaya pembungkaman terhadap kebebasan Pers.
Berita yang telah dimuat di FE tersebut telah memenuhi segala unsur kode etik jurnalistik. Tidak ada yang salah dalam tulisan itu. Hanya saja, keterangan foto yang keliru, tambahnya.
Tarsan mengaku kesal atas tindakan kedua Kepsek itu.
“Guru itukan corong aspirasi publik juga, tapi kok malah bertindak seperti ini. Apa kata publik,” ketus Tarsan.
Ditambahkan Fransiskus Ramli, kuasa hukum AJO dari LBH Manggarai Raya, kepada Kadis PK Matim mengatakan, tulisan tersebut telah memenuhi kaidah jurnalistik. Tidak ditemukan satupun unsur hukum yang dikatakan salah dan bisa diproses hukum terhadap wartawan tersebut. Sebab semua tulisan itu sesuai dengan hasil wawancara langsung dengan narasumber dilapangan. Bukan opini atau karangan wartawan, katanya.
Dan mestinya, semua pihak harus bisa memahami tentang tugas jurnalis. Jika Narasumber merasa dirugikan karena pemberitaan wartawan, maka bisa mengajukan keberatan, tetapi ke media yang sama dan media yang bersangkutan pasti melayaninya, tidak akan menolaknya karena itu bagian dari prinsip dan kode etik jurnalistik, jelas Ramli.
Dirinya sesalkan karena kedua pelakunya adalah kepala sekolah.
“Masa sekelas kepala sekolah tidak paham dengan Pers. Bagaimana bisa mendidik muridnya dengan baik jika gurunya tidak memiliki perilku sebagai pendidik,” tandas Ramli.
Pers itu memiliki UU tersendiri, jadi kalau masalah berita tidak bisa langsung dilaporkan ke polisi harus mengajukan keberatan tertulis kepda media yang sama atau dewan Pers jika memang perlu, tutup Ramli.