Hentikan Kebijakan Terselubung Penempatan Perwira Polri di NTT

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aspirasi Indonesia mendesak Mabes Polri untuk menghentikan kebijakan terselubung berupa menjadikan provinsi NTT sebagai salah satu daerah buangan Perwira Tinggi Polri yang minim prestasi atau sedang bermasalah sekedar sebagai batu loncatan menjelang pensiun, atau sekedar batu loncatan bagi Perwira Tinggi baru sebagai latihan.

Penegasan ini disampaikan Juru Bicara Aspirasi Indonesia, Petrus Selestinus dalam keterangan persnya yang diterima media ini, Senin (29/8).

Petrus mengatakan, berdasarkan catatan Aspirasi Indonesia, NTT menghadapi diskriminasi penjatahan perwira terbaik selama ini, jika dibandingkan dengan kota- kota besar lainnya. Dimana polisi begitu cepat tangap menangkap pejahatnya tetapi buat di NTT hal itu jarang terjadi.

Bahkan untuk kasus- kasus pembunuhan secara tradisional sekalipun, tidak serta merta polisi segera menangkap dan menahan pelakunya. Ini yang dirasakan masyarakat NTT sebagai diskrimnasi penjatahan personil terbaik. NTT sering menjadi korban dari kebijakan terselubung sebagai provinsi dengan kriteria sebagai daerah pembuangan pejabat.

“Kita tidak heran tingkat kejahatan di NTT sangat tinggi, seperti kejahatan korupsi, narkotika, human trafficking, dan pertambangan. Bahkan yang paling miris adalah kasus barter 20 wanita remaja NTT dengan satu unit mobil Daiharzu Xenia. Kita mendesak, kasus itu harus menjadi kasus human trafficking terakhir,” tandas Petrus.

Lebih lanjut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menyatakan, Aspirasi Indonesia juga mencatat, Provinsi NTT menempati rating tertinggi bagi sejumlah kejahatan seperti korupsi, human trafficking, dan narkoba. Karena itu Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus menempatkan seorang Perwira Tinggi Polri terbaik sebagai Kapolda NTT.

Pasalnya, selama ini kinerja Polri di NTT sangat menyedihkan, minim prestasi dengan begitu banyak tunggakan kasus kejahatan yang menumpuk tidak jelas penyelesaiannya. Ini sebagai akibat laporan masyarakat kurang mendapat tanggapan penanganan dengan cepat, transparan dan tuntas.

Lebih lanjut Petrus mengungkapkan, kondisi penegakan hukum yang masih jauh dari harapan ini, terakhir muncul kasus memalukan dimana 20 wanita remaja asal NTT dibarter dengan satu unit mobil Daihatzu Xenia. Ini bukan saja menjadi persoalan orang yang memalukan bagi  NTT, akan tetapi harus menjadi persoalan nasional yang perlu menjadi perhatian Presiden Jokowi dan Kapolri.

“Presiden Jokowi kurang lebih sudah tujuh kali berkunjung ke NTT dalam dua tahun masa tugasnya, akan tetapi program Nawacita terutama hadirnya negara di bidang hukum belum dinikmati oleh seluruh masyarakat, termasuk masyarakat NTT,” tegas Petrus.

Advokat Peradi ini berpendapat, ketika Presiden Jokowi berkunjung ke NTT untuk yang ketujuh kalinya pada beberapa waktu lalu, dihadapan masyarakat NTT Presiden Jokowi meminta ajudannya menelpon Kapolri Jendral Tito Karnavian dan memerintahkan untuk menuntaskan kasus human trafficking berupa dugaan penjualan organ jenazah seorang TKW asal NTT.

Namun yang terjadi adalah hanya dalam hitungan hari, peristiwa human trafficking yang sangat memalukan berupa barter 20 wanita remaja NTT dengan satu unit Daihatzu Xenia ini muncul dan mencoreng wajah Nawacita. Ini bukti bahwa mental dan profesionalisme Polri di NTT sesungguhnya telah tergadaikan untuk kepentingan lain di luar tujuan penegakan hukum dan harus diakhiri.