Sengketa Lahan 10 Ha di Labuan Bajo, Oktavianus Leo, Gugat Emilton dan Ramang Ishaka, CS

Bagikan Artikel ini

Laporan Alvaro S. Marthin
Labuan Bajo, NTTOnlinenow.com – Sengkarut kepemilikan lahan di daerah destinasi super prioritas Labuan Bajo, kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kian memperihatinkan.

Masalah kepemilikan lahan di daerah itu terus menjadi perhatian publik. Bagaimana tidak? Sejumlah pihak masing-masing mengklaim kepemilikan atas lahan-lahan yang ada.

Seperti yang dialami oleh, Oktavianus Leo, warga Labuan Bajo. Tanah seluas 10 hektar milik Lois Leo (Almarhum Ayahnya) diklaim oleh Emilton dan Ramang Ishaka. Tanah tersebut berlokasi di wisata bukit Sylvia, salah satu bukit wisata menarik di Labuan Bajo yang selama ini ramai dikunjungi para wisatawan, baik lokal, domestik maupun mancanegara.

Kasus itu kini memasuki masa persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo. Dengan obyek perkara Nomor 24, yaitu sengketa lahan seluas 10 hektar yang terbentang dari pesisir Wae Cecu hingga perbukitan (view point).

Emilton digugat karena menguasai tanah tersebut secara tidak sah melalui peralihan beberapa sertifikat milik tergugat lain yang dinilai penuh manipulasi dan rekayasa. Demikian pula dengan, Ramang Ishaka selaku fungsionaris adat yang membagikan tanah milik Penggugat secara sepihak kepada para Tergugat lain dalam perkara tersebut. Selain Emilton dan Ramang Ishaka, sedikitnya ada 10 Tergugat lainnya juga terseret dalam perkara tersebut, termasuk Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Camat Komodo.

Untuk diketahui, tanah sengketa ini merupakan tanah warisan yang diperoleh Lois Leo (Almarhum) dari tahun 1948 bersarkan alas hak kepemilikan yang dikeluarkan fungsionaris adat terdahulu, yakni Dalu Ishaka dan Haku Mustafa. Sejak saat itu, Lois Leo menguasai tanah ini, menempatinya lalu digarap secara bertahap sampai Ia meninggal pada tahun 1986 dan dikuburkan di tanah tersebut.

Namun dalam perjalanan, tanah warisan ini, tiba-tiba sejumlah pihak menerbitkan sertifikat baru atas nama, Gaspar Djat, Yeni Harlina (Istri Gaspar) dan Margarith Mayorga Gande. Tetapi menurut Penggugat (Oktavianus Leo), ketiga orang tersebut sama sekali tidak memiliki tanah di atas obyek sengketa milik almarhum Lois Leo (Ayah Penggugat).

“Diduga kuat ada indikasi dari Tergugat X (Emilton dan Tergugat XI (Ramang Ishaka) untuk menghilangkan asal usul tanah milik Penggugat, warisan dari Lois Leo sebagaimana pengakuan dari Gaspar Djat (Tergugat V), Yeni Harlina (Isteri Gaspar/Tergugat VI) dan Paulus Gande (Tergugat VII), bahwa mereka sama sekali tidak memiliki tanah pada obyek sengketa tersebut, sehingga mereka tidak pernah menjual tanah kepada Tergugat X dan Tergugat XI,” kata Kuasa Hukum Penggugat, Yohanes D. Tukan kepada Wartawan di Labuan Bajo belum lama ini.

Pasalnya, Emilton (Tergugat) mulai menguasai lahan tersebut sejak tahun 1989 setelah ayah Penggugat meninggal dunia. Diakuinya bahwa Petronela Mesakh (Almarhum) ibu dari Penggugat, memang menjual sebidang tanah di lokasi sengketa, berukuran 10 meter x 20 meter kepada Emilton bertujuan untuk membangun gudang, namun dalam perjalanan Emilton Suryanto menguasai semuanya dengan cara membeli dari para pemegang sertifikat selaku para tergugat.

Namun proses jual beli tanah seluas 200 meter persegi ini juga turut digugat, karena prosesnya tidak sesuai mekanisme yang berlaku tanpa diketahui oleh para ahli waris termasuk penggugat.

Obyek Sengketa

“Jual beli dalam bukti foto copy kuitansi itu yang kami pegang dan itu hanya sebagian kecil dulu. Ada gudangnya Emilton itu hanya berukuran 10 m x 20 m untuk bangun gudang miliknya, tetapi dalam kenyataannya penguasaannya dan beberapa sertifikat yang diterbitkan digabung dengan penguasaan secara menyeluruh, kurang lebih 10 hektar tanah ini dan itu dikuasai sepenuhnya oleh mereka. Itupun membeli dari ibunya,” jelas Tukan.

“Sementara dalam hukum berkaitan dengan harta warisan, kalau menjual mestinya para ahli waris yaitu janda dan anak-anak, tetapi ternyata yang menjual cuma ibunya, itulah kenapa kami menggugat semua dan menyatakan bahwa jual beli itu tidak sah,” tambahnya.

Pihak Penggugat juga menilai, bahwa proses pembangian tanah kepada Tergugat lain pada tahun 1990 merupakan tanah milik orang lain, yakni milik Lois Leo ayah penggugat. Apalagi menurut sejarah kekuasaan fungsionaris adat yang dipegang Ramang Ishaka baru dibentuk sekitar tahun 1980-an, sedangkan tanah tersebut telah dikuasai Lois Leo sejak tahun 1948.

“Lalu dari berbagai narasumber yang kami dapat menyebutkan bahwa tanah dari Gorontalo sampai ke sebelah Wae Cecu bukan tanah ulayat, karena dulu itu penguasaan oleh bapak Ibrahim Aburera dan kenapa penyerahan (Gaspar Jat dan istrinya) dilakukan baru tahun 1990-an, karena pembentukan fungsionaris adat masa Ramang Ishaka baru pada tahun 1980-an, sedangkan penguasaan oleh klien saya dahulu melalui ayahnya dan keluarga itu tahun 1948. Maka jika benar ada pembagian ulayat maka itu membagi tanah milik orang lain,” ungkap Kuasa Hukum, Yohanes D. Tukan.

Kasus ini telah dilakukan Sidang Pemeriksaan Lokasi oleh Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo, pada Kamis, 13 Februari 2020. Namun dalam siding itu, Tergugat (Emilton) tak hadir, Ia hanya mengutus tim kuasa hukumnya yang dipimpin oleh Erlan Yusran, S.H. Dari hasil pengukuran dan pemeriksaan lokasi ditemukan jejak-jejak Lois Leo dan keluarganya tinggal lama di lokasi tersebut, antara lain bekas rumah, kuburan dan kayu kedondong yang ditanam Lois Leo.

Sementara fakta lain memberi bukti bahwa tanah seluas 10.000 meter persegi itu dikuasai Emilton, yakni ditemukannya 6 (enam) papan plang bertuliskan nama Emilton serta plang bertuliskan Amelia Sea View. Realita lapangan dalam sidang lokasi sangat berlawanan dengan pengakuan pihak Emilton di persidangan yang menyebut Emilton tidak memiliki tanah di Wae Cecu.

“Ada plang milik Emilton itu jelas ada tanah milik Emilia (istri Emilton) itu jelas ada view bertuliskan Emilia itu jelas, namun dalam jawaban mereka terhadap gugatan yang kami ajukan mengatakan bahwa Emilton tidak memiliki tanah di sini. Sementara dalam pemeriksaan lokasi mereka malah mengakuinya, bahwa itu milik Emilton yang satu dan yang sama yang ada dalam gugatan kami selaku tergugat 10 dalam perkara nomor 24,” tandas Tukan.

Dalam gugatan yang diajukan Penggugat menyatakan bahwa Penggugat berhak menuntut kepada para Tergugat agar tanah sengketa warisan dari Lois Leo dikembalikan kepada Penggugat selaku salah satu ahliwaris dari Lois Leo.

“Kemudian menghukum para Tergugat atau kepada siapun yang mendapat hak dari mereka untuk segera mengosongkan lokasi dan selanjutnya menyerahkan tanah sengketa kepada Penggugat, bila perlu dengan bantuan alat Negara/Polisi,” tegasnya.

Para tergugat juga dihukum uantuk membayar uang paksa/ dwangsom setiap hari sebesar Rp 1 juta rupiah sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap sampai dengan saat para tergugat melaksanakan isi putusan.