Sidang Pembuktian Kasus Pembongkaran Bangunan Milik Maksi Nggaus Terus Bergulir

Bagikan Artikel ini

Laporan Alvaro Saputra Marthin
Labuan Bajo, NTTOnlinenow.com – Sidang gugatan terkait pembongkaran bangunan milik Maksi Nggaus, warga desa Gorontalo, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo.

Selasa, 22 Mei 2018, kedua belah pihak, baik Penggugat maupun Tergugat kembali mendatangi PN Labuan Bajo untuk menghadiri sidang pembuktian.

Sidang kali ini untuk melengkapi bukti-bukti yang belum diajukan pada sidang sebelumnya atau sidang pembuktian tahap pertama, kata Yohanes D. Tukan, kuasa hukum Penggugat usai sidang di PN Labuan Bajo.

Sejumlah buti-bukti yang diajukan diantaranya adalah terkait biaya-biaya pengeluaran Penggungat untuk pembangunan gedung, surat dari Komisi Nasional Hak asasi Manusia (Komnasham), yang ditujukan kepada Bupati Mabar, yang isinya adalah meminta klarifikasi kepada Bupati terkait pembongkaran bangunan, termasuk foto-foto dan gambar terkait keadaan bangunan sebelum digusur, saat digusur dan setelah digusur sebagai bukti untuk Hakim bisa melihat secara jelih, apakah benar terjadi pembongkaran, bahwa sebelumnya ada bangunan dan kemudian terjadi pembongkaran, lalu terjadi sebuah kerusakan, tandas Tukan.

“Untuk sementara data-data itu lengkap, namun apabila dalam perjalanan kami kembali menemukan bukti-bukti lain untuk menjadi bukti tambahan, kami akan ajukan lagi karena masih dalam tahapan pembuktian,” ungkanya.

Penggugat Akan Hadirkan Enam Saksi

Sidang berikutnya terkait saksi-saksi, yang direncanakan akan digelar pada, 5 Juni 2018 mendatang. Dengan agenda sidang keterangan saksi-saksi.

Rencananya, Penggugat akan mengajukan 6 orang saksi. Dengan materinya, adalah tketerangan saksi-saksi erkait pengetahuan mereka adanya gedung, adanya pembongkaran atau pengrusakan dan keadaan setelah itu, terkait koss-koss yang rusak akhibat dari pembongkaran itu, kemudian berapa jumlah kamar koss dan berapa nilai koss perbulannya, karena ini akan menjadi dasar baginya untuk menuntut ganti rugi, jelasnya.

Putusan Mandul

Sebelumnya, ditempat terpisah, Tergugat mengatakan, sekalipun Penggugat nantinya dinyatakan menang oleh Hakim, maka itu adalah putusan mandul. Sebab didalam regulasi pemerintahan, tidak diatur tentang pengalokasian anggaran untuk ganti rugi sebuah bangunan yang dirobohkan paksa oleh Pemerintah, jika dinyatakan kalah dalam persidangan di Pengadilan.

Menanggapi pernyataan Tergugat itu, kuasa hukum Penggugat, Yohanes D. Tukan, mengatakan, itu adalah pernyataan konyol. Kalau dalam perkara perdata, ada kalah dan ada menang, maka ada ganti ruginya dan yang mengekseskusi adalah pengadilan.

Jadi tidak ada putusan mandul. “Faktanya, Pemda melalui kuasa hukumnya mengakui segala dalil gugatan kami, yaitu dengan tidak menanggapi atau tidak menggunakan hak jawabnya dalam perkara ini,” ujarnya.

Mekanismenya, jika saja nantinya Penggugat menang, maka akan mengajukan ekseskusi melalui pengadilan. Dan semua para pihak, baik Penggugat maupun Tergugat akan dihadirkan di Pengadilan untuk dilakukan proses ekseskusi.

“Jadi Negara tidak kebal hukum. Sebagai warga Negara, walaupun sebagai penguasa, wajib tunduk dan taat pada hukum, sebab ini bukan Negara kekuasan, ini Negara demokrasi, maka semuanya wajib patuh dan taat pada hukum yang berlaku di Negara ini. Jadi dalam perkara ini tidak ada yang dikatakan putusan mandul. Kalah, ya kalah,” tegasnya lagi.

Diduga Tergugat Telah Menerima Suap

Terkait sejumlah bangunan warga lainnya yang telah terdaftar sebagai bangunan yang akan dibongkar, namun hingga kini tak kunjung dibongkar pula, Penggugat menduga, Tergugat telah menerima suap dari pemilik bangunan itu.

Tukan, mengatakan, sesungguhnya Klien kami (Penggugat), sudah lama menuntut keadilan, yaitu keadilan semua orang sama dimata hukum.

“Kalau sudah ada daftar nama dan penetapan tanggal untuk pembongkaran, ya mestinya itu harus dilakukan. Tidak bisa kita lakukan kesalahan dulu, kemudian dari belakang kita perbaiki,” imbuhnya.

Penggugat Jangan Dijadikan Sebagai Kelinci Percobaan

Mestinya pahami benar hukum sebelum berbuat, karena ini Negara. “Ini bukan anak TK yang kemudian bernyayi bersalah, lalu sebentar ibu gurunya ulang lagi karena ini salah notnya,” sindir Tukan.

Menurutnya, Negara ini mestinya menguasai benar soal dasar hukum pembongkaran itu. Bukan menguji coba sehingga nantinya kalau kalah dipersidangan, maka ini menjadi bahan refleksi untuk kemudian diperbaiki, itu tidak boleh karena ini menyangkut hak milik orang lain yang diatur oleh Negara.

“Inikan melakukan sesuatu yang mereka (Tergugat) tahu tidak ada dasar hukumnya. Ini hanya coba-coba saja. Kalau orang diam kita benar. Kalau orang gugat lalu menang ya kita salah. Jadi melakukan sesuatu tanpa dasar,” terangnya.

Tokoh Masyarakat Angkat Bicara

Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Labuan Bajo, Stanislaus Stan, akhirnya angkat bicara dalam kasus ini. Dirinya sesalkan langkah Tergugat yang melakukan eksekusi paksa bangunan milik Penggugat. Menurutnya, hal itu tak semestinya dilakukan. Masih ada langkah lainnya yang bisa ditempuh dan itulah tugas pihak terkait. Apalagi Penggugat memiliki Sertfikat Hak Milik (SHM).

Pembongkaran Itu

mestinya harus dilandasi dengan dasar hukum yang jelas, kalaupun akhirnya tetap dibongkar, namun harus berdasarkan hasil putusan gugatan sidang di Pengadilan yang bersifat inkracht, yaitu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dan yang melakukan ekseskusi bukan Tergugat tetapi Pengadilan, tambahnya.