Perkuat Model Bisnis Pembiayaan, SMF Siap Jadi Alat Fiskal Pemerintah

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, kembali mencatatkan peningkatan kinerja selama tahun 2017, terutama dalam menjalankan misinya mengalirkan dana dari pasar modal ke penyalur KPR di sektor pembiayaan perumahan, melalui transaksi sekuritisasi dan penyaluran pinjaman yang mencapai Rp 8,24 triliun pada tahun 2017, angka tersebut meningkat 15,4% dibanding tahun 2016 sebesar Rp7,14 triliun.

“Secara kumulatif total akumulasi dana yang telah dialirkan SMF ke sektor pembiayan perumahan dari tahun 2005 sampai dengan Desember 2017 mencapai Rp35,632 triliun,” kata Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo melalui keterangan tertulis yang diterima NTTOnline di Kupang, Jumat (2/3/2018).

Menurut Ananta, pencapaian tersebut berdasarkan data laporan keuangan audited periode 31 Desember 2017 dalam bentuk kegiatan sekuritisasi sebesar Rp1 triliun dan penyaluran pinjaman sebesar Rp7,24 triliun. Total aset SMF di tahun 2017 adalah sebesar Rp15,66 triliun, naik 19,35% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp13,12 triliun.

Posisi penyaluran pinjaman per 31 Desember 2017 mencapai sebesar Rp 11,102 triliun, angka tersebut meningkat 33,4% dibanding tahun 2016 sebesar Rp8,320 triliun. Adapun laba bersih di tahun 2017, mencapai Rp397 miliar, naik 25,2% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp317 miliar.

“Pertumbuhan penyaluran pinjaman juga diiringi dengan penerbitan surat utang korporasi sebagai sumber pendanaan, termasuk penerbitan sukuk korporasi untuk pertama kalinya,” katanya.

Dia menyampaikan, selama tahun 2017, SMF telah menerbitkan surat utang sebesar Rp4,177 triliun melalui penerbitan obligasi PUB III tahap VII sebesar Rp 1,677 triliun, Sukuk Mudharabah Rp 500 miliar, PUB IV tahap I Rp 1 triliun dan PUB IV tahap II 1 triliun . Sampai dengan akhir tahun 2017, posisi (outstanding) surat utang SMF mencapai Rp 7,202 triliun, angka tersebut berdasarkan data laporan keuangan audited periode 31 Desember 2017 .

Untuk transkasi sekuritisasi, sejak tahun 2009, sampai dengan 2017 SMF telah memfasilitasi 11 kali transaksi sekuritisasi. Sedangkan, untuk kerjasama pembiayaan, SMF telah bekerjasama dengan Bank Umum, Bank Syariah, Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Perusahaan Pembiayaan.

Pada tahun 2017 SMF juga memperoleh dukungan Otoritas Jasa Keuangan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.20/POJK.04/2017 juncto POJK No. 23/POJK.04/2014, tentang Pedoman Penerbitan dan pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) dalam rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan.

“Peraturan tersebut semakin mempertegas posisi SMF dalam menjalankan kegiatan sekuritisasi sebagai penerbit EBA-SP, sejalan dengan ketentuan Peraturan Presiden No.101 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas dalam Pepres tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Peran SMF menjadi lebih utuh, baik sebagai penata sekuritisasi, pendukung kredit dan investor, sekaligus selaku penerbit EBA,” ujarnya.

Kehadiran POJK tersebut juga strategis untuk meningkatkan pertumbuhan volume KPR di Indonesia sekaligus memberikan alternatif solusi likuiditas bagi kalangan perbankan penyalur KPR, dengan cara memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan. Melalui sekuritisasi, dana jangka panjang dari pasar modal dimanfaatkan untuk kegiatan pembiayaan perumahan.

Dijelaskan, selain peningkatan kinerja di tahun 2017, untuk mendukung pengembangan kapasitas penyaluran KPR oleh BPD, SMF bekerjasama dengan Kementerian PUPR dan Asbanda telah merilis dan menyerahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) KPR BPD SMF, dan SPO Kredit Modal Kerja – Konstruksi Perumahan SMF (KMK – KP SMF) kepada seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia.

“Sementara itu untuk mendukung pengembangan penyaluran KPR IB, SMF bekerjasama dengan Kementerian PUPR, Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Asbanda serta Dewan Syariah Nasional merilis dan menyerahkan SPO KPR Syariah kepada Bank Umum Syariah / Unit Usaha Syariah,” jelasnya.

Penyerahan kedua SPO tersebut diikuti dengan penandatanganan komitmen bersama penerapan dan pengembangan oleh BPD/BUS. Selanjutnya SMF secara reguler melakukan pendampingan serta pelatihan peningkatan kapasitas penyaluran KPR baik secara kolektif maupun ekslusif kepada seluruh BPD.

Ananta mengemukakan, kedua SPO tersebut diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan KPR yang efektif dan efisien agar dapat meningkatkan penyaluran KPR di seluruh daerah di Indonesia. Hal ini merupakan upaya SMF untuk mendorong terealisasinya keterjangkauan akses kepemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

SMF sebagai lembaga keuangan khusus di bidang pembiayaan sekunder perumahan, mengemban misi membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan. Misi SMF dapat terwujud dengan cara mengalirkan dana jangka menengah panjang dari pasar modal ke sektor perumahan melalui kegiatan sekuritisasi dan penyaluran pinjaman.

“Indikator Kinerja Utama atau IKU SMF diantaranya diukur dari jumlah dana yang telah tersalurkan dari pasar modal ke sektor pembiayaan perumahan,” kata Ananta.

Terkait rencana kerja di tahun 2018, Ananta menyatakan SMF akan fokus memperkuat perannya sebagai fiscal tools Pemerintah melalui penguatan bisnis Perseroan. Hal ini akan dilakukan melalui peningkatan aliran dana dari pasar modal ke sektor pembiayaan perumahan serta memperluas akses terhadap sumber dana murah jangka panjang.

Dalam upaya pengembangan bisnis, SMF akan merampungkan pendirian Unit Usaha Syariah untuk mendukung pengembangan KPR Syariah di Indonesia. Saat ini Perseroan juga tengah menunggu dikeluarkannya fatwa dari Majelis Ulama Indonesia terkait penerbitan Efek Berangun Aset Syariah berbentuk Surat Partisipasi (EBAS-SP).

Selain itu pada tanggal 9 Maret 2018, SMF bekerjasama dengan bank BTN akan mengadakan seremonial pencatatan EBA-SP kelas A senilai Rp1,82 triliun di Bursa Efek Indonesia, sebagai bagian dari pelaksanaan trasaksi sekuritisasi sebesar Rp2 triliun.

“Sebelumnya pada tanggal 21 Februari SMF telah menerbitkan obligasi Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) IV tahap III Tahun 2018, senilai Rp2 triliun dengan rating idAAA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo),” tandas Ananta.