Berbagi Wewenang Ala Viktory Joss, Insentif Untuk PNS Jadi Motor Birokrasi Bersih

Bagikan Artikel ini

Laporan Frans Watu
Kupang, NTTOnlinenow.com – Ada ketakutan, rezim kepemimpinan berganti, birokrasi pun akan turut berganti. Seorang aparat sipil negara (ASN) selalu berada dalam posisi harap-harap cemas, siapakah yang bakal keluar menjadi pemimpin pada pilkada kelak. Tidak sedikit pula yang ikut-ikutan mendukung salah satu paslon, kendati menurut aturan, seorang ASN wajib netral.

Bagaimana pandangan Josep Nae Soi, calon Wakil Gubernur NTT yang mendampingi Viktor Laiskodat dalam Pilkada NTT tentang hal ini.

Pak Viktor bilang, Anda yang akan diserahi tugas mengurus aparatur, administrasi, dan birokrasi?

Kita belajar banyak dari kesuksesan pola kepemimpian dan pembagian wewenang dari daerah-daerah yang sukses berkembang. Salah satunya adalah Gorontalo di bawah kepemimpinan Fadel Muhamad dan gaya Jokowi-Ahok-Djarot di DKI Jakarta. Gubernur akan memiliki porsi lebih banyak sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Wakil Gubernur adalah Deputy of CEO. Sebagai CEO, Gubernur akan lebih bertindak mempromosikan, membangun jaringan, dan mendatangkan investasi. Sementara, Deputy of CEO membenahi masalah administrasi, aparatur, dan birokrasi.

Apakah dengan cara demikian, Viktory Joss akan membawa spirit swasta ke birokrasi?

Jangan salah. Kewajiban terbesar pemimpin pelat merah adalah kepuasan masyarakat. Tetapi, yang biasa bisa memberikan kepuasan pelayanan publik datangnya dari pihak swasta. Jadi, birokrasi harus bisa mengambil spirit entrepreneur dari pihak swasta untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Clinton dan Al Gore sudah sukses melakukan hal ini di Amerika, Fadel Muhamad juga berhasil di Gorontalo, Jokowi dan Ahok sama berhasilnya di DKI Jakarta. Kita harus bisa seperti itu.

Anda dan Pak Viktor akan melakukan pergantian besar-besaran posisi dan jabatan di birokrasi bila terpilih?

Hehehe…Anda ingin memancing. Kunci suksesnya adalah birokrasi harus punya jiwa entrepreneur, harus inovatif. Pertama-tama adalah pembenahan soal mindset. Seorang ASN harus punya pikiran bahwa mereka memiliki klien, yaitu masyarakat, punya karyawan. Bagaimana ASN harus memuaskan klien, mengatur dan mengelola karyawan untuk mencapai target. Lalu, kedua ASN harus kerja berdasarkan target, key index performance (baca: standar penilaian kinerja) untuk mengukur kinerja dan prestasi. Ada juga banyak teknologi sekarang yang dapat membantu mengukur kinerja ASN, antara lain melalui Computer Assisted Test (CAT). Dari sini kita evaluasi. Saya dan Pak Viktor sudah biasa menangani hal semacam ini.

Salah satu PR Anda adalah soal pemberantasan korupsi. Ingat, NTT adalah provinsi terkorup ke-4 di Indonesia. Cara Anda bagaimana?

Anda bisa bayangkan, fee proyek untuk satu kabupaten bisa lebih dari Rp4 miliar. Kalau semua Kabupaten dan Kota rata-rata demikian, kita punya lebih dari Rp88 miliar. Itu hitungan kasar, bisa lebih dari itu. Duit sebesar itu bisa cukup untuk memberikan insentif dan bonus untuk semua ASN demi mendorong kinerja ASN menjadi lebih cepat, lebih bersih, dan lebih terpercaya. Anda lihat reformasi yang dilakukan Ignas Jonan di PT Kereta Api Indonesia, atau Ahok di DKI. Kalau ASN berprestasi, kinerjanya harus dihargai. Tapi, harus bersaing untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.